Peluang dan Tantangan Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Bangka Belitung
Uky Eji Anggara.-Dok Pribadi-
Oleh: Uky Eji Anggara
Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) bisa menjadi bisa menjadi upaya sistematis untuk menguatkan salah satu wajah diplomasi kultural Indonesia. Kantor Bahasa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengajaran BIPA Berbasis Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) pada 20—21 Oktober 2025 di Hotel Grand Safran Pangkalpinang.
Sebanyak 26 peserta dari berbagai latar profesi pengajar seperti perwakilan Afiliasi Pengajar dan Pegiat Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (APPBIPA), dosen, guru, mahasiswa, praktisi bahasa, hingga pegiat komunitas mengikuti rangkaian yang dirancang untuk mengaitkan standar kompetensi nasional dengan praktik pembelajaran di lapangan.
Ada dua pesan besar yang mengemuka sejak dimulainya kegiatan ini. Pertama, BIPA bukan sekadar kelas bahasa. Ia adalah arena pertemuan budaya yang membutuhkan pengajar dengan kompetensi ganda yakni pedagogis dan diplomatis. Kedua, modal lokal Bangka Belitung, dari budaya Melayu hingga panorama pariwisata adalah sumber daya ajar yang berharga bila dipetakan dan dimanfaatkan secara sistemik.
Kedua gagasan itu muncul kuat dalam paparan para narasumber: Prof. Dr. Yulianeta, M.Pd. dari Universitas Pendidikan Indonesia; Dr. Diana Anggraeni, M.Hum. dari Universitas Bangka Belitung; dan Iful Rahmawati Mega, M.Pd. dari Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung.
Prof. Yulianeta menegaskan bahwa pengajar BIPA harus dipandang sebagai duta bahasa dan budaya, bukan hanya mampu mengajarkan kosakata atau tata bahasa, tetapi juga memfasilitasi pemahaman budaya yang melekat pada bahasa itu sendiri. Pada sesi itu beliau menyampaikan bahwa baku kompetensi mencakup aspek diplomasi bahasa-budaya, pedagogik, evaluasi, dan etika profesional. Kerangka yang jika dihidupkan akan memperkuat kredibilitas pengajar lokal di mata lembaga nasional dan internasional.
Meskipun terdapat modal kultural dan antusiasme, realita institusional menunjukkan pekerjaan rumah besar. Saat ini Bangka Belitung belum memiliki lembaga khusus yang menjalankan program BIPA secara reguler dan berkelanjutan. Program-program masih tersebar, sering bersifat temporer, dan bergantung inisiatif perguruan tinggi atau organisasi masyarakat.