Presiden: 1000 Tambang Timah Ilegal, Didit: Percepat IPR
Tambang Timah Rakyat.-screnshot-
KORANBABELPOS.ID.- Seperti diketahui, Presiden RI Prabowo Subianto menyoroti maraknya praktik penyelundupan hasil produksi tambang timah ilegal dari wilayah Bangka Belitung (Babel) ke luar negeri. Menurut dia, setidaknya hampir 80% hasil timah dari wilayah Bangka Belitung selama ini diselundupkan ke luar negeri melalui berbagai jalur.
"Hampir 80% hasil timah diselundupkan dan menyelundupkannya macem-macem ada yang pakai kapal, ada yang pakai ferry, sekarang tutup tidak bisa keluar, sampan pun tidak bisa keluar," kata Prabowo.
Prabowo menyebut di Babel sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu pusat tambang timah terkemuka di dunia. Dan terdapat sekitar 1.000 tambang ilegal yang beroperasi. Maka dari itu, Prabowo menyiapkan aksi tegasnya dan meminta kepada TNI, POlri serta Bea Cukai untuk melakukan operasi besar-besaran.
"Mulai tanggal 1 September kemarin saya perintahkan TNI POLRI bea cukai bikin operasi besar-besaran di Babel menutup, yang selama ini hampir 80% hasil timah diselundupkan," ujarnya.
Harga Timah dan IPR
Sementara itu, di Babel sendiri ada 2 persoalan timah yang hingga saat ini belum ada titik penyelesaian. Padahal ke 2 persoalan itu adalah juga menjadi solusi untuk menekan persoalan pertimahan yang muncul. Termasuk persoalan tambang illegal.
Sehubungan dengan itu pula, DPRD Babel mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menaikkan harga beli timah rakyat serta mempercepat penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Desakan itu disampaikan Ketua DPRD Babel Didit Srigusjaya saat melakukan kunjungan kerja bersama Komisi III ke Kementerian ESDM di Jakarta, Senin, 29 September 2025 lalu.
Didit mengungkapkan, berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Utama PT Timah dua pekan lalu, terungkap bahwa penentuan harga beli timah bukan kewenangan PT Timah, melainkan Kementerian ESDM.
Ia menilai disparitas harga timah antara PT Timah dan swasta sangat mencolok, bahkan mencapai Rp60 ribu per kilogram, sehingga penambang lebih memilih menjual ke swasta dan PT Timah kekurangan pasokan.
“Jangan sampai rakyat dikorbankan hanya karena harga beli yang timpang. Ini harus dibicarakan serius di tingkat pusat,” tegas Didit.
Ia juga menyoroti keluhan masyarakat terkait keterlambatan pembayaran oleh PT Timah yang membuat penambang enggan menyalurkan produksi secara legal.
Selain harga, DPRD Babel meminta Kementerian ESDM mempercepat penerbitan IPR. Menurut Didit, realisasi IPR masih berjalan lambat meski pemerintah pusat sudah menawarkan solusi.
“IPR adalah kepastian hukum bagi rakyat kecil untuk menambang sesuai aturan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan,” ujarnya.
DPRD Babel menegaskan akan terus mengawal persoalan harga timah dan IPR hingga ada penyelesaian nyata dari pemerintah pusat.