Gile Tacok
Ahmadi Sopyan-screnshot-
Oleh: Ahmadi Sofyan
Penulis Buku / Pemerhati Sosial Budaya
GILE Tacok alias tayoh alias gila hormat dan gila pujian itu
sangat banyak di sekitar kita, bahkan dalam diri kita sendiri.
------------
ADA seorang kawan dari sahabat saya menjadi honorer di sebuah instansi pemerintahan. Sang kawan dari sahabat saya ini menjadi bahan pembicaraan antar sesama kawan karena dianggap berlebihan dalam berpenampilan dan sikap sejak diangkat menjadi honorer, tepatnya sebagai honorer Satpol PP.
Suatu ketika saya pun menyaksikan sendiri bagaimana penampilannya yang ternyata benar adanya seperti yang disampaikan oleh sahabat saya tadi. Kemana pun pergi seragam Saptol PP selalu digunakan plus sepatunya yang maha gagah mengalahkan sepatu TNI, termasuk juga sangkur alias pisau yang dibeli di toko yang menjual alat-alat Pramuka/Hansip/TNI dan POLRI di jalan Mentok.
“Nggak apa-apa dia seperti itu, kan dia lagi bangga dengan pekerjaan tersebut. Harus kita beri apresiasi” ujar saya sambil tersenyum. “Tapi lah nue igak jok, pacak jadi gile tacok” ujar beberapa kawan sambil tertawa ngakak, termasuk saya yang mendengar kalimat “gile tacok” tersebut. “Iya juga sih, AKBP Arifin (Anggota Polda Babel) yang bersebelahan rumah dengan rumah saya jelas-jelas seorang Polisi berpangkat, nggak pernah sok gagah-gagahan bahkan awal kenalan saya kira bukan Polisi. Orangnya santai dan nggak pernah saya lihat nenteng senjata. Begitupula sahabat saya, Kombes Pol. Joko Isnawan (Dir. Intelkam Polda Babel) dan polisi-polisi berpangkat lainnya” ujar saya kepada kawan lagi.
“Tapi nggak apa-apa lah, kita harus terima kalau ada kawan kita yang bahagia menyandang predikat gile tacok” ujar saya lagi sambil tertawa.
Selama beberapa tahun pulang ke kampung halaman di Bangka ini, ternyata banyak sekali istilah urang Bangka yang kadangkala membuat saya kerapkali tergelak melepas tawa. Walaupun tak sepopuler kalimat “Taipau” yang dilanjutkan dengan kalimat “taipau begereng” atau “taipau madun”, kalimat “Gile Tacok” ini sering juga saya dengar, terutama di kalangan masyarakat perkampungan. Sedangkan persamaan yang rada mirip dengan kalimat “gile tacok” ini dalam bahasa tutur yang rada halus masyarakat kampung di Bangka adalah “tayoh”.
Kalau taipau umumnya perilaku atau omongan yang dibuat secara sengaja untuk mengundang tawa atau bagian dari strategi melawan orang yang dianggap sombong atau merendahkan kita atau sekedar untuk bercanda dalam sebuah pergaulan. Sedangkan “Gile Tacok” dapat dimaknai sebagai ungkapan dari perilaku serius yang berlebihan dalam bersikap atau berpenampilan agar orang yang melihatnya terkagum-kagum sehingga ingin dihormati. Umumnya perilaku ini adalah perilaku orang kagetan, misalnya miskin mendadak kaya, rakyat jelata mendadak pejabat, bukan siapa-siapa mendadak populer, atau bahkan rakyat jelata yang mendadak dipercaya menjadi orang kepercayaan pejabat besar atau orang populer.