Impian Indonesia Modern, Berbasis: Revolusi Thorium Babel

Ilustrasi-screnshot-

INDONESIA sekarang, dianggap bukan Indonesia dulu. Hal-hal fundamental sudah berubah. Sistem bernegara sudah berubah. 

Oleh: Safari Ans.

wartawan Senior dan Salah Satu Tokoh Pejuang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel)

------------

UUD 1945 sudah beberapa diamandemen. Penuh berisi pesanan sponsor. Rakyat Indonesia, seperti kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang besar. Kini, para pemimpin bingung, bagaimana membangun Indonesia modern di tengah terpaan global yang semakin ganas.

Menjawab pertanyaan teman-teman. Maka penulis coba menyusun pemikiran bagaimana membangun Indonesia modern secara out of the box. Bisa saja, beberapa pihak menganggap apa yang tersaji dalam tulisan ini tidak masuk akal. Dan, berkhayal. Tetapi inilah terobosan di tengah kebingungan para pemimpin bangsa membangun bangsa. Karena dunia global semakin ganas dan kejam. Jika Indonesia tidak berbenah secepatnya, khawatir Indonesia akan terlindas oleh derasnya tekanan dunia global yang semakin hari semakin kreatif dalam berbagai sektor kehidupan.

Pertama, Indonesia harus merubah strategi pendapatan negara. Negara modern tidak menempatkan sumber pendapatan utama negara pada pajak. Tetapi dari pendapatan dan hasil investasi global Nusantara yang sudah berlangsung sejak seabad lalu. Secara de facto dan de jure, raja-raja Nusantara  sudah melakukan investasi global sejak lama. Tetapi secara perbankan dan keuangan, bisa dicatat bahwa investasi global itu dimulai sejak berdirinya Federal Reserve Bank tahun 1913, dimana saham Nusantara sekitar 70%. 

Ditambah, wilayah bumi Indonesia dijadikan satu sertifikat (The Land of International Certificate) tahun 1917 sebagai jaminan pencetakan 126 negara dan jadi jaminan obligasi 154 negara di dunia. Investasi itu sebagai langkah luar biasa, ketika dunia internasional tidak memiliki apa-apa waktu itu. Dimana manusia di planet bumi belum genap dua miliar.

Langkah penting yang harus dilakukan oleh Indonesia saat ini merubah postur APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Sumber pendapatan utama negara berubah. Sekitar 70% berasal dari hasil investasi global Nusantara (yang bersumber dari rekening Tabungan Bangsa) menjadi sumber utama pendapatan negara. Lalu 25% sumber pendapatan APBN dari pajak, dan 5% dari sumber pendapatan lainnya.

Pagu APBN yang berlaku mulai 2026, jangan seperti negara miskin. APBN tahun depan minimal Rp 7.500 triliun, bukan lagi Rp 3.600 triliun seperti sekarang. Karena APBN sekarang hanya habis ditelan untuk biaya rutin Pemerintah dan membayar utang RI yang sudah jatuh tempo. Beban utang yang telah jatuh tempo Pemerintah tahun ini mendekati Rp 1.000 triliun. Bukan hal ringan, jika postur APBN masih dijalankan secara konvensional.

Kedua, terapkan hukuman mati bagi koruptor beserta anak dan istrinya yang ikut menikmatinya. UU tipikor ternyata memungkinkan hukuman mati bagi koruptor. Karena biang kerok utama Indonesia lamban membangun karena mental pejabat negara dan pejabat pemerintahan yang korup. Apalagi aparat penegak hukum bisa dibayar dan diatur sesuka pelaku koruptor. Bahkan sekarang kegiatan koruptif sudah bersifat struktur dan masif. Bahkan peraturan dibuat, agar memudahkan mencuri uang negara seakan legal. Padahal bertentangan dengan undang-undang yang ada di atasnya.

Menggunakan uang dari investasi global Nusantara tidak bisa dikorupsi satu sen pun, karena mengandung nilai sakral yang terhubung secara langsung ke alam dan langit. Pelaku korupsi uang harta amanah Nusantara saat ini langsung mati. Tidak membutuhkan KPK untuk menghukumnya. Beberapa peristiwa ini telah diuji pada beberapa orang dititipi aset, tetapi dipergunakan secara salah. Tak sampai dua minggu, akhirnya meninggal dunia. Penulis mencatat dengan baik, mereka yang naas mengalami kecelakaan ini di tanah air.

Ketiga, PLN harus mampu menjual listrik paling tinggi USD 5 sen/kWh kepada pelanggan. Untuk produksi listrik murah itu, bisa diproduksi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT). Thorium adalah jenis nuklir jinak yang kini tak habis dipakai sampai 2.000 tahun (baca buku; Revolusi Thorium Babel di https://play.google.com/store/books/details?id=bo6VEAAAQBAJ ) di Bangka Belitung (Babel). Sumber listrik lainnya, masih memproduksi listrik di atas USD 5 sen/kWh, sedangkan PLTT mampu produksi listrik dengan cost USD 3 sen/kWh paling tinggi. Teknologinya sudah ada. Bahkan Babel akan membangun PLTT tahap awal dengan investasi Rp 17 triliun oleh swasta. Penulis menyarankan agar PLN take over rencana itu. Karena kalau swasta pasti mahal, karena mereka ingin untung besar. Presiden langsung saja tetapkan, PLTT menjadi hak khusus PLN. Satu pulau besar di Indonesia cukup ada satu PLTT dengan sumber pembiayaan dari Tabungan Bangsa (baca artikel: “Tabungan Bangsa RI Berisi Rp 1.267.200 triliun” pada Koran Babel Pos edisi 12 Maret 2025).

Listrik saat ini di Indonesia menempati sekitar 60% komponen biaya produksi apapun. Sangat tinggi. Karena harga jual listrik PLN masih tinggi. Bahkan harga beli PLN dari pembangkit swasta telah membebani APBN setiap tahunnya. Bayangkan saja PLN harus membeli listrik swasta lebih mahal dari harga jual ke konsumen (baca; rakyat). Semuanya membebani APBN secara menahun. Nanti pembangkit swasta dibeli oleh Pemerintah untuk dibangkerutkan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan