Tadabbur Alam: Belajar Hikmah dari Kehidupan Satwa

--
Oleh Randi Syafutra
Dosen Program Studi Konservasi Sumber Daya Alam
Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung
Alam merupakan kitab terbuka yang mengajarkan banyak hikmah bagi manusia yang mau berpikir dan merenung. Dalam Islam, tadabbur alam adalah salah satu cara mengenal Allah SWT melalui ciptaan-Nya. Di antara sekian banyak makhluk yang diciptakan, satwa menjadi salah satu cerminan kebesaran dan keagungan-Nya.
Mengamati kehidupan satwa dapat menjadi pelajaran berharga tentang kesabaran, ketangguhan, kerja sama, hingga bagaimana manusia seharusnya bersikap terhadap alam dan sesama makhluk hidup. Namun, di tengah kemegahan dan keseimbangan yang telah Allah tetapkan, ulah manusia sering kali merusak tatanan ini, menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem yang berujung pada bencana bagi alam dan manusia sendiri.
Hikmah dari Perilaku Satwa dalam Kehidupan
Dalam kehidupan satwa, terdapat banyak pelajaran berharga yang dapat dijadikan refleksi dalam kehidupan manusia. Misalnya, semut yang dikenal sebagai makhluk kecil dengan kerja sama yang luar biasa. Mereka bekerja bahu-membahu, berbagi tugas, dan menunjukkan disiplin yang tinggi dalam membangun sarang serta mencari makanan. Begitu pula lebah, yang tidak hanya menghasilkan madu sebagai manfaat bagi manusia, tetapi juga menunjukkan sistem sosial yang luar biasa dalam koloni mereka.
Namun, tidak semua manusia mengambil pelajaran dari kehidupan satwa. Justru, sering kali manusia bersikap lebih rakus dan egois, jauh dari keseimbangan yang telah Allah tetapkan di alam. Contoh nyata adalah deforestasi besar-besaran yang mengancam kehidupan banyak spesies, termasuk primata langka seperti beruk semundi (Nycticebus bancanus) yang saat ini menghadapi ancaman kepunahan akibat perburuan ilegal dan hilangnya habitat alaminya. Padahal, dalam kehidupan liar, beruk semundi memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, terutama dalam penyebaran biji tanaman.
Kasus Kerusakan Alam dan Kehancuran Ekosistem
Salah satu contoh nyata dampak ulah manusia terhadap alam adalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya. Karhutla yang terjadi di Indonesia sering kali disebabkan oleh pembukaan lahan dengan cara membakar.
Akibatnya, banyak satwa liar kehilangan habitatnya dan bahkan terbakar hidup-hidup. Orangutan, harimau sumatra, hingga burung-burung langka menjadi korban kerakusan manusia yang hanya memikirkan keuntungan sesaat tanpa memikirkan dampaknya bagi ekosistem.
Kasus lain yang tidak kalah meresahkan adalah perburuan liar terhadap satwa eksotis untuk dijadikan hewan peliharaan atau bahan obat-obatan tradisional. Di beberapa daerah, perburuan terhadap ular piton dan trenggiling masih marak terjadi karena anggapan bahwa bagian tubuh satwa ini memiliki manfaat medis. Padahal, tidak ada bukti ilmiah yang cukup kuat mendukung klaim tersebut. Sebaliknya, eksploitasi berlebihan terhadap satwa ini hanya mempercepat kepunahan mereka dan mengganggu keseimbangan alam.
Belajar dari Keanekaragaman Satwa dan Kesempurnaan Ciptaan Allah
Allah telah menciptakan makhluk dengan beragam warna, bentuk, dan peran dalam ekosistem. Dalam Al-Qur’an, disebutkan bahwa di antara tanda kebesaran-Nya adalah perbedaan warna dan jenis makhluk hidup:
"Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya. Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Maha Pengampun." (QS. Fatir: 28).
Keanekaragaman satwa bukan hanya sekadar keindahan yang dapat dinikmati, tetapi juga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Misalnya, mentilin (Cephalopachus bancanus), fauna identitas Bangka Belitung, memiliki peran sebagai pengendali populasi serangga. Jika mentilin punah, maka keseimbangan ekosistem akan terganggu dan populasi serangga tertentu dapat meledak tanpa kendali.
Refleksi: Peran Manusia sebagai Khalifah di Bumi
Allah telah menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi, yang bertanggung jawab menjaga alam dan seluruh makhluk di dalamnya. Namun, manusia sering kali lalai dan justru menjadi penyebab utama kehancuran lingkungan.
Keserakahan akan sumber daya alam, pengabaian terhadap keseimbangan ekosistem, serta eksploitasi tanpa batas telah membuat banyak spesies berada di ambang kepunahan.
Seharusnya, manusia mencontoh keseimbangan yang ada dalam kehidupan satwa. Lihatlah bagaimana burung-burung tetap hidup seimbang dengan alam, hanya mengambil makanan secukupnya tanpa merusak lingkungannya. Bandingkan dengan manusia yang sering kali mengambil lebih dari yang dibutuhkan, menyebabkan deforestasi, pencemaran lingkungan, dan perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.
Oleh karena itu, sudah saatnya manusia kembali kepada fitrahnya sebagai penjaga alam. Menjaga lingkungan bukan hanya tugas para aktivis atau ilmuwan, tetapi merupakan tanggung jawab bersama. Mulai dari hal kecil seperti tidak membuang sampah sembarangan, mendukung produk ramah lingkungan, hingga aktif dalam kegiatan konservasi satwa dan alam.
Menjaga Alam untuk Masa Depan yang Berkelanjutan
Ketika manusia mulai menyadari pentingnya keseimbangan alam dan mengambil hikmah dari kehidupan satwa, maka akan tumbuh kesadaran untuk hidup lebih bijak dan bertanggung jawab. Pendidikan sejak dini tentang pentingnya konservasi dan menjaga alam harus menjadi prioritas.
Generasi muda harus diajak untuk lebih mengenal lingkungan dan memahami bahwa setiap tindakan yang mereka lakukan berdampak pada kehidupan di masa mendatang.
Tadabbur alam bukan hanya sekadar menikmati keindahan alam, tetapi juga merenungi peran dan tanggung jawab kita terhadapnya. Jika kita terus abai dan tidak berubah, maka bukan tidak mungkin alam akan semakin rusak dan meninggalkan bencana bagi generasi mendatang. Sebaliknya, jika kita mulai berbuat baik kepada alam, Allah akan memberikan keberkahan dan kesejahteraan bagi seluruh makhluk di bumi.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Rum: 41:
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Sudah saatnya kita kembali kepada fitrah, menjaga alam dengan penuh tanggung jawab, dan belajar dari kebijaksanaan yang ada dalam kehidupan satwa. Dengan demikian, kita tidak hanya mendapatkan hikmah dari penciptaan mereka, tetapi juga ikut serta dalam menjaga keseimbangan yang telah Allah tetapkan di bumi ini.(**)