INDONESIA PERLU REFORMASI PERBANKAN

Safari Ans-screnshot-

Oleh: Safari Ans

Wartawan Senior dan Salah Satu Tokoh Pejuang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

 

BERDIRINYA  Danantara dan Layanan Bank Emas yang baru diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai langkah jitu untuk memicu tumbuh dan berkembangnya ekonomi Indonesia. Apalagi Pemerintahan ini mematok ekonomi harus tumbuh 8% setiap tahun. Akan tetapi, banyak persoalan serius yang bernada negatif.

 

IDE dasar mendirikan Danantara sebagai lembaga investasi raksasa sangat bagus dan tepat. Tetapi setelah melihat siapa yang duduk, publik melihat ada ketidakpastian. Karena tokoh-tokoh kunci dipandang publik, bukanlah yang bersih dalam Pemerintahan. Artinya, niatnya sangat positif dimata publik, tetapi kemudian redup ketika tokoh-tokoh bermasalah duduk sebagai pemegang kunci kebijakan perusahaan.

 

Apalagi, kinerja Danantara akan bersifat tertutup. Sehingga kecurigaan publik, Danantara akan menjadi tempat mencuci uang besar yang selama ini bermasalah baik secara historical fund mau secara banking.

 

Pertama, uang yang dicetak di Australia di zaman Soeharto hingga mencapai Rp 13.000 triliun yang banyak dititipkan pada banyak orang selama ini, kemungkinan diinvestasikan paksa ke Danantara. Padahal uang yang dibandrol dengan gambar Kanguru ini tidak bisa masuk sistem bank, karena tidak menggunakan kolateral. Karena Soeharto gagal mengeksekusi aset Soekarno di UBS Swiss waktu melalui Azwar Anas. Lalu George Soros berjanji sama Soeharto akan membantu, juga gagal mendapatkan kolateral. Lebih dari separuh kekayaan pemain uang dunia itu lenyap untuk membeli beberapa dokumen “amanah” Nusantara ternyata tidak bisa dieksekusi.

 

Kedua, Presiden Jokowi juga akan memasukan sekitar Rp 11.000 triliun termasuk Rp 1.700 triliun yang sudah dieksekusi menjelang Pilpres 2024 lalu. Semua uang ini memiliki masalah kolateral, sehingga pihak Bank Indonesia (BI) selama ini tidak dapat mengeksekusi dalam sistem perbankkan. Sebab, jika dipaksakan Bank Dunia akan memberikan teguran serius kepada BI. Sebab, vakum dunia internasional, uang yang beredar harus dijamin oleh emas sebagai kolateral.

 

Jika keberadaan uang era Soeharto maupun era Jokowi dipaksakan masuk dalam skema investasi Danantara, dikhawatirkan terjadi deflasi yang tinggi. Akibatnya nilai rupiah akan terjun bebas dalam deretan mata uang dunia. Saat ini rupiah terpuruk hingga mencapai Rp 16.400,- per dollar Amerika Serikat (AS). Apalagi sistem keuangan kita berdasarkan harga pasar, bukan flate seperti Tiongkok. Akibat deflasi, akan mengancam daya beli masyarakat dan perusahaan. Maka ancaman PHK besar-besaran tidak bisa terelakan. Lonjakan harga pangan dan produksi pun tidak bisa dihindarkan. Kondisi ini akan memancing demo besar-besaran akibat akibat beban hidup masyarakat semakin berat.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan