INDONESIA PERLU REFORMASI PERBANKAN

Safari Ans-screnshot-
Ketiga, di BI uang yang tidak bertuan bisa mencapai Rp 5.000 triliun saat ini. Sebenarnya uang tersebut ada yang punya, namun beberapa persyaratan bank tidak lengkap, maka uang tersebut menggantung. Masyarakat awam menyebutnya rekening “rupa-rupa”. Lalu, kemudian uang-uang tak bertuan ini menjadi bancakan politik bagi partai politik yang berkuasa. Sehingga uang semacam ini semakin mempertajam daya korupsi di negeri ini. Apalagi BI tidak bisa mencairkan uang-uang besar di BI (apapun statusnya) tanpa persetujuan DPR. Sehingga bagi-bagi uang haram akan semakin menggila di tanah air.
Sistem keuangan dan perbankan di Eropa dan AS telah menggunakan Quantum Financial System (QFS). Sistem ini menjadikan uang yang dikirim dari negara itu sudah dijamin dengan kolateral emas, sehingga uang yang dikirim ke Indonesia, begitu masuk dalam rekening penerima bisa dipakai saat itu juga tanpa perlu menggunakan nostro account hasil ekspor negara itu. Sedangkan perbankan di Indonesia, masih menganut hukum bank Belanda. Dimana setiap uang yang masuk ke Indonesia harus melalui swift wire. Begitu uang masuk ke rekening yang dituju, maka sang penerima harus memiliki dokumen bukti pengiriman. Jika tidak ada bukti pengiriman, maka uang tersebut tidak bisa diproses oleh bank. Lalu uang yang sudah masuk di hold (ditahan) bukan dikembalikan ke pengirim. Sedangkan sistem QFS tidak akan mengirimkan bukti kirim ke penerima.
Pun, kalau ada bukti kirim, sang pemilik rekening penerima belum bisa menggunakan uangnya. Ia harus menunggu hingga lima hari. Karena bank penerima masih membutuhkan waktu untuk melakukan konfirmasi. Selesai melakukan konfirmasi ke bank pengirim, bank penerima harus menggunakan nostro account di negara pengirim. Selesai itu, bank penerima harus menyiapkan underlying, berupa proyek yang akan dibiayai oleh uang kiriman tersebut. Apabila underlying tidak memadai, maka uang kiriman tersebut akan di hold (tahan) lagi. Lagi pula pengiriman uang dengan swift wire MT103 tidak bisa dalam jumlah besar. Maka ketika Presiden Jokowi melakukan Tax Amnesty hingga dua jilid, tetap saja uang masuk hanya uang receh alias gagal.
Artinya, jika Indonesia berharap uang besar masuk, maka langkah pertama harus melakukan mereformasi sistem perbankan dulu. Karena sistem perbankan kita sudah terlanjur buruk di mata para bankir dunia. Istilah mereka, “Mengirimkan uang ke Indonesia, akan hilang dalam sistem”. Rekening sang pengirim uang sudah terpotong, tetapi sang penerima belum mendapat kabar uangnya masuk.
Penulis mengalami sendiri peristiwa ini. Uang kiriman di rekening sempat muncul di rekening dua hari. Ketika penulis mau print out di teller, pihak Kepala Cabang menanyakan kepada penulis bukti kirim. Ketika penulis bilang tidak ada. Maka uang kiriman tersebut lenyap di layar rekening hingga kini. Surat penulis pun pernah dibawa oleh Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Rustam Effendi ketika itu, ke Presiden Jokowi di Istana Presiden di Bogor.
Menurut kisah Rustam, ketika Presiden Jokowi menerima surat penulis, dalam hitungan menit Direktur Utama ban itu, diminta menghadap Presiden di Bogor. Lalu Presiden Jokowi minta tolong kepada sang Dirut bank itu untuk mencairkan uang penulis, karena mau dipakai untuk membangun Bangka Belitung. Sang Dirut di depan Presiden Jokowi membenarkan keberadaan uang penulis. Tetapi bank bersangkutan tidak bisa merilis karena ada persyaratan bank yang tidak terpenuhi. Ya itu tadi, karena tidak ada bukti kirim. Sehingga uang penulis dari tahun 2014 hingga kini tidak bisa diambil dan menghilang dari layar account bank dan entah kemana. Itulah yang disebut para bankir bank, hilang dalam sistem. Sialnya, yang penulis alami juga dialami banyak nasabah bank di Indonesia.
Kalau perbankan di Hong Kong malah nasabah yang dipandu pihak bank. Pihak bank akan memberitahu nasabah jika ada uang masuk. Pihak bank akan menerangkan bahwa nasabah mendapat kiriman dari si A senilai sekian. Lalu pihak bank bertanya, apakah nasabah kenal dengan pengirim. Jika kita jawab kenal dan ada perjanjiannya serta buat apa peruntukannya, maka selesailah sudah. Jika kriminal atau tidak benar, tak sampai sepuluh menit polisi datang untuk menangkap kita. Kalau di Indonesia pihak bank pasif. Kalau perlu nasabah tidak tahu ada uang masuk. Penulis pun tahu ada uang masuk ke rekening penulis, dari teman yang bekerja pada bank yang sama dari cabang yang berbeda.