Aik Bukuk dan Dipenggalnya Kepala Residen Belanda Atas Perintah Depati Bahrin
Peta dan Lokasi Aik Bukuk.-dok-
SUNGAI atau aik (anak sungai) Bukuk merupakan Sungai penting pada masa Hindia Belanda, karena sungai/aik Bukuk yang terletak antara kampung Zed dan kampung Puding di sisi Utara Sungai Parik merupakan batas sisi Barat dari Distrik Pangkalpinang dengan Distrik Merawang.
-----------
SUNGAI Bukuk ini, alirannya juga menyatu dengan Sungai Jeruk di sisi Tenggara Bukit Ringar.
Sungai atau aik (anak sungai) Bukuk Pada posisi sebelah Barat jembatan Sungai Bukuk bercabang dengan Aik Semile yang mengalir sampai sisi Timur kampung Puding.
''Dinamakan sungai/aik bukuk toponimi Topografi sungai berdasarkan nama spesifik fauna sejenis kera berukuran kecil yang endemik di wilayah geografis sungai/aik tersebut dan umumnya endemik di pulau Bangka,'' ujar Sejarahwan Bangka Belitung (Babel), Dato' Akhmad Elvian, DPMP.
Buadayawan Babel yang juga penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia itu menyatakan, Sungai Bukuk tercatat dalam sejarah terkait peristiwa dibunuhnya Residen Bangka, M.A.P Smissaert oleh Demang Singayudha dan Juragan Selan, atas perintah Depati Bahrin, pada Tanggal 14 November 1819.
BACA JUGA:Residen dan Kolonial Belanda Takut, Awer Demam Bangka Mematikan
''Pada waktu perjalanan pulang (inspeksi) dari distrik Pangkalpinang menuju ibukota keresidenan di Kota Mentok, Tandu residen Bangka M.A.P Smissaert dihempaskan dengan kasar (dibanting) oleh Delapan orang pemikul tandu yang memang sudah letih dan kesal (Tandu ada yang terdiri atas 4 orang pemikul dan 8 orang pemikul). Residen Bangka M.A.P Smissaert kemudian disergap dan ditangkap, kepalanya dipenggal dan ditancapkan pada ujung sebatang kayu, lalu diarak keliling kampung Puding,'' ujar Elvian.
Kepala residen M.A.P Smissaert kemudian dikeringkan dan dipersembahkan menghadap kepada Sultan Palembang Mahmud Badaruddin II, oleh Batin Tikal dari Penyampar (Elvian, 2006:10).
Dalam Carita Bangka Semaian 2 dinyatakan: “Maka di dalam waktu ini tempoh jadi residen Bangka Tuan Smitsar kembali dari Pangkal Pinang, jalan darat lewat di tanah Djeroek dimana dekat kampung Poeding. Di situ suruhan dipati Barin dengan demang Singayudha bunuh itu tuan residen Bangka nama tuan Smitsar dan kepalanya batin Tikal dari Bangka Kota bawa kasihkan kepada sultan Palembang” (Wieringa, 1990:122).
Maksud disampaikan potongan kepala Residen Bangka tersebut ke Sultan Mahmud Badaruddin II, adalah sebagai bukti bahwa rakyat Bangka luar biasa bersungguh sungguh berperang melawan Belanda dan sultan pada waktu itu hanya berjanji membantu rakyat Bangka dengan akan membeli Timah dari 9 Ringgit 1 pikul menjadi 11 Ringgit (cuma janji). Sungai Bukuk saat ini alirannya sudah mengalami sedimentasi dan kawasan hutan di sepanjang aliran sungai tampak sudah rusak.***