Jumat, 10 Jan 2025
Network
Beranda
Headline
Pangkalpinang
Politika
Daerah
Bangka
Bangka Tengah
Bangka Selatan
Bangka Barat
Belitung
Belitung Timur
Komunikasi Bisnis
Advetorial
Kolom
Catatan Politik
Bahasa
History
Taring
Soccer
Lainnya
Gadget
Hiburan
Literasi
Kesehatan
Nasional
Opini
Network
Beranda
Taring
Detail Artikel
Kalapiteng
Reporter:
Tim
|
Editor:
Syahril Sahidir
|
Kamis , 09 Jan 2025 - 21:33
Ahmadi Sopyan--
kalapiteng oleh: ahmadi sofyan pemerhati sosial budaya di negeri ini terlalu banyak tokoh, sampai kita tak tahu, mana yang bisa dijadikan contoh. di negeri ini terlalu banyak pejabat, sehingga mereka pun berbaur dan bekerjasama dengan penjahat. --------------- orangtua kita dulu tak mengenyam pendidikan tinggi, sebab sekolah belum menjadi bisnis sehingga tidak menjamur seperti sekarang ini. kalau sudah memiliki kemampuan membaca dan menulis, orangtua kita dulu sudah merasa cukup. mereka tak butuh titel didepan atau dibelakang namanya, apalagi harus dengan membeli titel agar dianggap berpendidikan. namun, para orangtua kita dulu begitu dewasa dan bijaksana dalam kehidupan sosial dan bernegara. mereka merasa cukup dengan rasa syukur dan tidak “kalapiteng” apalagi serakah dengan alam. pengetahuan kehidupan mereka dapatkan dari lingkungan, alam dan pekerjaan yang mereka geluti seperti bercocok tanam yang berhubungan langsung dengan tanah dan air. mereka buta soal teori sastra, tapi wallahi, ucapan atau tutur lisan mereka mengandung sastra yang luar biasa. sehingga sampai hari ini kita masih merasakan bagaimana keindahan pantun, gurindam, dongeng, syair lagu tempo doeloe, bekisah, ungkapan tradisional dan lain sebagainya. ternyata, mereka yang kita anggap buta teori sastra, buta aksara, buta angka atau buta huruf latin, namun tak buta mata hati. sehingga kehidupan sosial dan rumah tangga mereka adem, ayem dan tidak mudah “kalapiteng” menghadapi kehidupan dan perubahan. kedewasaan yang berbuah kebijaksanaan dari perilaku sehari-hari para orangtua kita dulu kian hari kian lentur bahkan luntur bak sarung murahan ditengah kehidupan serba modern dan instan seperti sekarang ini. orang tua kita dulu tak sekolah, tapi berperilaku pendidik, tak banyak bicara, tapi memberikan teladan dalam kehidupan nyata. bahkan mereka tak banyak maunya karena begitu perasa. mereka lebih pintar merasa bukan merasa pintar atau bisa merasa bukan merasa bisa. mereka santai menghadapi kehidupan, tidak grusa-grusu apalagi “kalapiteng”. petuah-petuah orangtua begitu berisi dan penuh makna dalam kehidupan, seperti jauh berbeda dengan petuah-petuah orang pintar di era modern seperti sekarang ini. karena petuah yang mereka sampaikan dari bibirnya adalah kata hati mereka sendiri, bukan sekedar mengumbar atau mengutip rangkaian kata-kata indah bak sastrawan atau budayawan kenamaan. para orangtua kita dulu tidak pintar secara akademisi, namun mereka mengajar sekaligus mendidik diri, anak dan cucu serta lingkungannya di balik kelembutannya dalam kata dan sindirian yang terungkap secara lisan. orangtua kita dulu di kampung-kampung adalah manusia bijaksana yang perilaku dan ucapannya penuh dengan makna dan nilai-nilai kehidupan. jika melihat seseorang yang berlagak pintar dan banyak bicara (koar-koar), menyombongkan diri dan selalu menjelek-jelekkan orang, memiliki pendidikan tinggi, namun tak banyak bermanfaat bagi orang lain, maka para orangtua zaman dulu cukup nyeletuk dengan kalimat sindiran singkat: “pintar dak ngajar budu dak belajar” (pintar nggak ngajar, bodoh nggak belajar). tokoh “kalapiteng” “ini namanya “tokoh kalapiteng”, jok. yang bikin e kalapiteng, yang ningok gambar dan nama e kalapiteng dan yang bikin e kalapiteng. banyak nama dan gambar ne dirik dak tau aben ape pengaruh e. jangan-jangan mereka ini baru kali ini wajah dan namanya masuk media. padahal salah satu syarat disebut “tokoh” adalah dikenal. cem mane nek berpengaruh mun dak dikenal? nek nyalon pulik. hahahaha……” suatu saat saya mendapat wa dari senior saya bernama ahsan rais yang mengomentari gambar dan nama-nama tokoh dari media sosial dan juga mulai muncul di baliho di sepanjang jalan kota pangkalpinang sebab hendak pilkada 2025. “kalapiteng” adalah tutur lisan masyarakat perkampungan di pulau bangka yang bermakan “bingung, susah, kewalahan”. jika diibaratkan kebingungan, kesusahan dan kewalahannya bagaikan orang yang nggak minum alkhol tapi mabok. “kalapiteng” ini bermakna bahwa ada kelucuan namun bercampur tragedi akibat kebodohan ataukah dibodohi. makanya sejak ratusan tahun silam, orangtua kita dulu sudah bertutur dengan kalimat indah penuh sindiran, yakni: “pintar dak ngajar, budu dak belajar”. di zaman lembaga pendidikan kian menjamur, perguruan tinggi berdempetan bahkan kekurangan lahan, pesantren dimana-mana dan berbagai pengajian dan khutbah semarak di lakukan, lembaga dakwah menjamur dibentuk oleh berbagai kalangan, namun rohani dan perilaku kita dalam menyikapi kehidupan sosial masih saja keliru bahkan parahnya mengkambing hitamkan kekeliruan tersebut kepada orang lain dan mencari dalil pembenaran diri sendiri. berbagai organisasi, komunitas, forum, perkumpulan, perhimpunan tumbuh menjamur tanpa makna. namun harus ada dan dibentuk agar dianggap eksis dan mumpuni. padahal nyatanya berjenis kelamin “wujuduhu ka adamihi” (keberadaannya seperti ketiadaannya). yang tidak intelek bikin organisasi intelek agar dianggap intelek. yang tidak peduli bikin organisasi peduli agar dianggap peduli. yang suka melanggar hukum pun demikian, bikin organisasi seakan-akan tak pernah melanggar hukum. jadilah akhirnya negeri ini menjadi negeri lawak, negeri salah kelola akibat salah minum obat dan negeri “kalapiteng”. bagaimana tidak, kekayaan alam yang luar biasa ternyata kita tidak berdaulat sama sekali atas kekayaan alam itu, justru sebaliknya, kita ngutang kemana-mana. pejabat negara “kalapiteng” ngelola negara. rakyat “kalapiteng” antara hidup dan mati. pengusaha “kalapiteng” menghadapi birokrasi perizinan yang ribet dan oknum-oknum lsm yang “ngeributin” dan “ngeribetin”. asn “kalapiteng” menghadapi peraturan yang tumpang tindih. penegak hukum “kalapiteng” karena banyak bercokol oknum aparat hukum yang melanggar hukum lebih para dari masyarakat. orangtua “kalapiteng” mencari kehidupan untuk anak-anaknya agar meraih pendidikan dan kehidupan yang layak. anak-anak “kalapiteng” akibat permainan lato-lato” yang sedang viral. begitulah kehidupan kita hari ini, persis seperti lato-lato, saling bertabrakan, saling menghantam, ramai oleh suara dan mutarnya hanya disitu saja. nah, sedangkan saya sendiri “kalapiteng” mau menulis apa lagi?! akhirnya tulisannya begini jadinya. kalipiteng juga yang bacanya.... salam kalapiteng!(*)
1
2
3
»
Tag
# kalapiteng
# ahmadi
# sopyan
# ringan
# catatan
Share
Koran Terkait
Kembali ke koran edisi Babel Pos 10 Januari 2025
Berita Terkini
Tim Jatanras Polda Babel Tangkap Pria Penyedia Judi Togel Singapura an Hongkong
Headline
1 jam
Stok Bawang dan Cabai di Babel Cukup
Headline
2 jam
Prof Bambang Hero: Males Jawab? Andi: Dengan Begitu Dia tak Jalankan Tugasnya Sebagai Saksi Ahli
Headline
6 jam
Awas! Angin Kencang Periaran Utara Bangka
Headline
7 jam
Hadapi Gugatan, KPU Babar Siapkan Data
Headline
8 jam
Berita Terpopuler
Hadapi Gugatan Erzaldi-Yuri, 23 Pengacara Kawal Pasangan Hidayat-Helyana
Headline
11 jam
Buntut Vonis Harvey Moeis, KY akan Temui Prabowo, Babel 'Titip' Rp 420 M?
Headline
20 jam
Tujuh Strategi Membangun Ekonomi Bangka Tengah
Opini
20 jam
''Semua yang Disita Belum Ada yang Dikembalikan?''
Headline
20 jam
Kalapiteng
Taring
20 jam
Berita Pilihan
Prabowo: Koruptor Bertobatlah!
Headline
3 minggu
Harvey Moeis: Anak-Anakku, Papa Bukan Koruptor, Mana CSR Rp 320 M?
Headline
3 minggu
Prabowo Maafkan Koruptor Asal Kembalikan Uang Negara, Yusril: Rencana Amnesti dan Abolisi
Headline
3 minggu
Ratusan Artefak dari Belanda Kembali ke Indonesia
Headline
3 minggu
PKB Sedang Mengkaji Gubernur Ditunjuk Langsung
Politika
1 bulan