Temuan Populix Jelang Pilkada 2024: Masyarakat Lebih Mewajarkan Politik Dinasti Ketimbang Politik Uang

Bagan tingkat penerimaan politik dinasti-populix-

BACA JUGA:Riset Populix: 46% Perusahaan Kesulitan Mencari Calon Karyawan

Politik Uang Sasar Calon Pemilih Tanpa Pandang Bulu

Selain politik dinasti, isu lain yang sering muncul selama Pilkada adalah politik uang. Politik uang merujuk kepada praktik pemberian atau janji menyuap agar mereka tidak memilih atau memilih sesuai arahan dari si pemberi suap. Aksi ini biasa dilakukan menjelang hari pemilihan, atau bahkan di pagi hari sebelum pemilihan yang biasa disebut “serangan fajar”.

 

Nazmi mengungkapkan, “Menurut survei Populix, 50% responden mengaku pernah ditawari uang atau hadiah saat akan mencoblos. Berbeda dari asumsi bahwa politik uang cenderung terjadi di kalangan menengah ke bawah, 47% responden dari kalangan atas mengaku pernah ditawari suap.”

 

Menurut hasil penelusuran Populix, tim sukses kampanye menjadi agen politik uang yang paling sering ditemukan di lapangan, disusul dengan pengurus partai politik. Tak hanya “orang partai”, teman atau tetangga sekitar juga ketua RT maupun RW juga ditunjuk sebagai perantara suap demi memuluskan kemenangan para bakal calon pemimpin daerah.

Mayoritas Tolak Politik Uang

Meskipun gencar dilakukan, hanya 35% responden yang mewajarkan praktik politik uang. Selebihnya dengan tegas menolak praktik suap ini. Bahkan 77% dari orang yang menolak politik uang cenderung akan melaporkan pelanggaran ini kepada panitia pemilihan umum maupun pihak berwajib lainnya.

 

Pengumpulan data survei ini dilakukan pada 23-26 Mei 2024, dengan melibatkan 962 responden secara online dari seluruh wilayah Indonesia. Kriteria responden terdiri dari laki-laki dan perempuan, dengan beragam latar belakang pendidikan, mulai dari SMP hingga S2. Selain itu para responden juga mewakili tiga status sosial-ekonomi, mulai dari tingkat bawah (18%), menengah (43%), juga atas (38%).

BACA JUGA:Perludem Mengusulkan Agar UU Pemilu Direvisi

 

Tag
Share