Kerugian Negara Rp 271 T, Hasil Adopsi? Bukan dari BPKP?
Sidang Tipikor Timah.-screnshot-
KORANBABELPOS.ID.- Fantastisnya angka kerugian negara dalam kasus tipikor tata niaga timah di IUP PT Timah 2015-2022, adalah karena adanya angka Rp 271 Triliun, ditambah kerugian yang lain sehingga total menjadi Rp 300 Triliun. Inilah yang membuat jagad Indonesia geger sehingga Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menjadi demikian seksi dan disorot selaku penghasil timah.
Dalam perjalanannya, angka yang muncul terlebih dahulu ke permukaan adalah justru angka Rp 271 Triliun. Angkat itu menurut versi ahli lingkungan darik IPB, belum melibatkan BPKP. Setelah BPKP dilibatkan, baru muncul kerugian negara Rp 300 Triliun, karena ada penambah kerugian negara dari perhitungan lain.
Dalam sidang Rabu, 13 November 2024, Hakim Alfis Setyawan mengajukan pertanyaan kepada saksi ahli Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Suaedi terkait standar operasional prosedur (SOP) perhitungan kerugian keuangan negara.
"Angka 271 trilun itu bukanlah angka berdasarkan perhitungan ahli sendiri?” tanya Hakim Alfis kepada saksi ahli di persidangan.
"Bukan yang mulia," jawab Suaedi.
"Ahli hanya mengadopsi angka yang diperhitungkan oleh ahli lingkungan hidup?" tanya Hakim Alfis.
"Betul yang Mulia," kata Suaedi.
Salah satu ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo, sebelumnya menghitung kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan hutan di Bangka Belitung (Babel) imbas dari dugaan korupsi pengelolaan timah mencapai Rp271 triliun. Hanya kerugian ini masih diperdebatkan validasinya.
Inilah yang dinilai Penasihat hukum terdakwa Mochtar Riza Pahlevi, Junaedi Saibih, melanggar SOP BPKP.
Berdasarkan Peraturan Kepala Deputi BPKP Bidang Investigasi Nomor 2 tahun 2024 pada bagian B mengharuskan auditor BPKP menganalisis dan mengevaluasi seluruh bukti yang dikumpulkan, termasuk mengkaji dan membandingkan semua bukti yang relevan dengan mengutamakan hakikat daripada bentuk (substance over form).
Menurut dia, dalam hal menggunakan ahli untuk melakukan penugasan audit perhitungan kerugian keuangan negara (audit PKKN), BPKP melalui penyidik harus melakukan kesepahaman dan komunikasi yang cukup dengan tenaga ahli untuk meminimalkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan salah tafsir informasi dari tenaga ahli.
Namun, menurut Junaedi, faktanya ahli BPKP dalam persidangan menyatakan tidak mengetahui dasar perhitungan kerugian lingkungan yang dilakukan Bambang Hero, lantaran hanya mengadopsi. Junaedi mencatat sikap itu berkonsekuensi logis bila ahli BPKP tidak pernah menjalankan prosedur atau SOP yang sudah ditetapkan.
"Yang diharuskan dalam pedoman internal audit PKKN yaitu melakukan kesepahaman dan komunikasi yang cukup dengan tenaga ahli untuk meminimalkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan salah tafsir hasil pekerjaan atau atau informasi dari tenaga ahli," ungkapnya.***