Tia Dilirik, Dicari, dan Digali Tiada Henti: Adakah Solusi?
Hatta Budianto.-Dok Pribadi-
Selanjutnya aktivitas tambang timah dan transaksi bisnis timah pun terus berlangsung dalam segala kondisi dan konsekwensi. Bahkan fenomena kerusakan lingkungan di mana-mana sebagai dampak pertambangan timah hingga timbulnya perkara dugaan korupsi tata niaga timah 300 T belum lama ini, seakan tidak akan membuat gentar sebagian masyarakat untuk mengejar keuntungan dari timah di Bangka Belitung.
Pentingnya peningkatan perekonomian dan pendapatan daerah dengan pemanfaatan sumber daya alam meski harus berdampak pada kerusakan lingkungan terutama akibat pertambangan timah di Bangka Belitung perlu mendapat perhatian serius terhadap tata kelola pertambangan.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 atas perubahan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan telah mengatur tentang kegiatan pertambangan, termasuk mengatur izin usaha pertambangan dan menambang harus di wilayah pertambangan yang ditentukan.
Namun demikian, pada faktanya masih banyak muncul berbagai kasus pelanggaran hukum pertambangan di Bangka Belitung yang berujung pada proses hukum hingga melalui putusan pengadilan dengan “pemain” yang silih berganti.
Timah selalu “dilirik, dicari, dan digali” seakan tiada terhenti. Mengatasi berbagai persoalan terkait timah, adakah solusi yang terbaik bagi masyarakat Bangka Belitung. Pengawasan aktivitas pertambangan timah, membangun kebijakan sistem kemitraan dengan masyarakat penambang timah perseorangan atau perusahaan. Hal ini dilakukan agar aktivitas pertambangan tidak dilakukan secara ilegal (ilegal mining), mengatur tata kelola niaga dengan menjaga stabilitas harga jual beli timah agar masyarakat sejahtera.
Selai itu juga agar pelayanan birokrasi izin usaha dipermudah agar dianggap tidak menyulitkan dan memberatkan masyarakat, serta segala upaya menjaga kerusakan lingkungan, semuanya itu apakah sudah dilakukan secara maksimal melalui peran dan tugas masing-masing para pemangku kepentingan.
Oleh karenanya sangat dibutuhkan sinergisitas semua pihak untuk mengevaluasi kualitas kesadaran hukum dan penerapan hukum yang teredukasi tentang tata kelola pertambangan timah di Bangka Belitung yakni melalui pendekatan sosial, budaya, politik dan hukum. Maka dengan melalui edukasi setidaknya dapat menjadi solusi agar timah tidak semata-mata dan sesuka hati untuk selalu “dilirik, di cari dan digali”.
Masyarakat Bangka Belitung tentu saja sangat mengharapkan segala bentuk kebijakan terwujudnya kondusifitas keamanan, ketersediaan lapangan pekerjaan, peningkatan kesejahteraan, dan penegakan hukum yang berkeadilan. Wallahu a’lam.**