Baca Koran babelpos Online - Babelpos

Arah Baru Pendidikan Tinggi Islam

Ahmad Tholabi Kharlie-Dok Pribadi-

 

Tantangan Dunia Baru

 

Arah baru ini muncul pada saat dunia pendidikan menghadapi tekanan besar akibat disrupsi teknologi dan fragmentasi sosial. Revolusi kecerdasan buatan telah mengubah cara belajar, menulis, dan berpikir manusia. Di saat yang sama, krisis ekologis menuntut refleksi etis yang melampaui sains murni. Laporan oleh World Economic Forum (WEF) bersama mitra menyebut bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan 14,5 juta kematian tambahan hingga tahun 2050 jika tidak ada aksi nyata, sebuah tragedi ekologis yang lebih dahsyat daripada konflik bersenjata.

 

Dalam konteks itu, pendidikan tinggi Islam tidak lagi cukup berfungsi sebagai penjaga teks, tapi harus menjadi penafsir realitas. AICIS+ 2025 menghadirkan spektrum topik yang luas, mulai dari “Decolonial Perspectives on Islamic Law and Ecotheology” hingga “Transforming the Muslim World: Innovative Industries and Disruptive Technologies.” Para pembicara seperti Farish A. Noor (Malaysia), Shahram Akbarzadeh (Australia), dan Sulfikar Amir (NTU, Singapura) menunjukkan bagaimana wacana Islam kini bertemu langsung dengan isu-isu kebijakan global, industri inovatif, dan ekonomi berkelanjutan.

 

Farish Noor (2010) menegaskan pentingnya dekolonisasi epistemik dalam pendidikan Islam. Ia mengingatkan bahwa universitas Islam mesti berani keluar dari bayang-bayang metodologi Barat dan menumbuhkan keberanian berpikir berdasarkan akar tradisi sendiri.

 

Pandangan serupa datang dari Shahram Akbarzadeh (2010), yang melihat bahwa krisis pendidikan di dunia Muslim justru muncul ketika spiritualitas dan ilmu pengetahuan berjalan sendiri-sendiri, tanpa koordinasi yang melahirkan keseimbangan etis dan kemajuan ilmiah.

 

Dari pandangan global, filsuf Martha Nussbaum (2010) mengingatkan bahaya pendidikan yang hanya berorientasi pasar, sebab akan melahirkan “masyarakat buta moral.” Ia menekankan pentingnya capabilities approach, yakni pendidikan yang menumbuhkan empati dan tanggung jawab sosial.

 

Sementara Tariq Ramadan (2009) menegaskan perlunya intellectual courage di kalangan sarjana Muslim untuk melahirkan sintesis baru antara teks wahyu dan dinamika dunia. Dua pandangan ini memperkuat pesan AICIS+ bahwa masa depan pendidikan Islam terletak pada keberanian berpikir lintas batas disiplin dan moral.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan