Literasi Digital sebagai Vaksin Melawan Cyberbullying di Lingkungan Pendidikan
Luthfi Amrusi.-Dok Pribadi-
Oleh : Luthfi Amrusi, S.H. S.Pd.Gr.
(Guru MTs Nurul Iman Air Banten)
Cyberbullying menjadi salah satu ancaman nyata di era digital yang kerap luput dari perhatian kita. Jika dahulu perundungan hanya terjadi di lingkungan sekolah atau ruang sosial fisik, kini ia merambah dunia maya: melalui komentar di media sosial, pesan pribadi, hingga grup pertemanan daring. Bentuknya bisa berupa ejekan, penyebaran fitnah, body shaming, hingga pelecehan digital yang merusak harga diri korban. Ironisnya, banyak kasus cyberbullying justru menimpa anak-anak usia sekolah yang sejatinya masih membutuhkan ruang aman untuk tumbuh dan belajar.
Di Indonesia, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan kasus perundungan digital mengalami peningkatan seiring tingginya penggunaan gawai di kalangan pelajar adapun KPAI mencatat bahwa sepanjang tahun 2023, terdapat sekitar 3.800 kasus perundungan di Indonesia, dengan sekitar 40 kasus melibatkan anak sebagai korban kejahatan dunia maya, termasuk perundungan online dan kejahatan seksual online. Hal ini menegaskan bahwa dunia maya tidak selalu menjadi ruang edukasi dan hiburan, melainkan juga medan yang rawan melukai psikis generasi muda.
Lantas, bagaimana sekolah dan dunia pendidikan merespons fenomena ini? Salah satu jawabannya adalah dengan menanamkan literasi digital sejak dini. Ibarat pandemi yang membutuhkan vaksin, cyberbullying pun membutuhkan “imunisasi” berupa literasi digital.
Literasi digital bukan sekadar kemampuan menggunakan gawai atau aplikasi, melainkan juga pemahaman kritis tentang etika bermedia, keamanan siber, serta kemampuan menyaring informasi. Anak-anak yang memiliki literasi digital yang baik akan lebih bijak dalam menggunakan media sosial, lebih peka terhadap dampak negatif dari kata-kata yang mereka tulis, sekaligus lebih tahan menghadapi tekanan digital.
UNESCO bahkan menekankan pentingnya literasi digital sebagai keterampilan abad ke-21 yang wajib diajarkan dalam sistem pendidikan. Tanpa literasi digital, siswa akan menjadi pengguna pasif yang rentan dimanipulasi, dibully, atau bahkan ikut melakukan bullying tanpa disadari.
Negara kita sejatinya telah memiliki sejumlah aturan yang dapat dijadikan dasar dalam pencegahan cyberbullying antara lain Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan harus mengembangkan kemampuan, membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat.