Beban di Atap Rumah Kami
Cerpen Marhaen Wijayanto Beban di Atap Rumah Kami-Babel Pos-
“Sebenarnya kami tidak lapar, tapi hausnya itu yang membuat kami tak tahan. Sedangkan di meja kerja anak bapak itu sering kami lihat dia sedang membuat jus mangga atau jeruk!†keluh jamaah kajian kakek.
Tempat kakek melakukan kajian memang menghadap ke arah tempat bengkel ayah bekerja. Beberapa gelas berisi jus buah membuat selera minum kami di terik siang meningkat 360 derajad. Apalagi di sana juga ada es kopi susu yang sepertinya semakin menyegarkan ketika dituang di gelas besar.
Bahkan mereka ada yang membuat unggahan tentang ayah yang tak pernah puasa. Seakan tak tahan, kakek mau tak mau harus melakukan agresi ke bengkel keluarga kami.
“Yang solat ya solat, yang puasa ya puasalah, yang tidak ya tak masalah. Jangan saling ganggu,†jawab ayah dengan sedikit melantur.
Maklum saat sahur seperti ini nyawa kami belum utuh karena masih mengantuk. Kakek yang sudah berpakaian rapi dan wangi tak mau berdebat dengan ayah yang sedang acak-acakkan. Segeralah beliau ke musala untuk memimpin salat subuh dan kultum.
“Yang tahu kita berpuasa sebenarnya siapa? Hanya kita dan Allah saja! Iya kan? kelihatannya di hadapan orang kita puasa, tapi siapa sih yang tahu kalau setelah salat zuhur kita minum jus mangga di rumah? Godaan yang besar akan membuat pahala kita semakin besar, †ujar ayah dengan sedikit melantur. Tampaknya tegukan demi tegukan minuman kaleng di tangannya tak semakin kendur, meski setiap hari beliau terus ditegur oleh kakek.
“Bagaimana ceramah Bapak akan berwibawa, sedangkan anak bapak sendiri tak puasa, tak solat, dan ibadah! Bapak jangan hanya menasihati orang, menyindir-nyindir orang tak berpuasa. ehhh anak sendiri juga tak puasa!†celetuk ibu-ibu yang bahkan sudah sejak dua puluh tahun lalu setia dengan khutbah kakek saat salat tarawih.
Ketika malam tarawih, suara imam di musala kalah dengan bunyi-bunyian mesin yang sedang diperbaiki. Bukan masalah suara, tetapi yang menjadi imam musala itu tak lain dan tak bukan adalah kakek sendiri. Setelah salat, kakek melanjutkan dengan kultum. Para jemaah yang mendengar sebenarnya sangat menyukai materi kuliah tujuh menit yang disampaikan kakek, tetapi mengapa di depan musala itu ada anak lelaki darah daging kekek yang malah tidak berpuasa.