Baca Koran babelpos Online - Babelpos

Marwan: Saya Bukan Koruptor!

H Marwan SAg-screnshot-

Marwan juga merinci beberapa aturan tersebut yang tertuang dalam undang-undang. Seperti  pasal 1, 24 dan 52 angka 9 UU nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.  

“Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas, Gubernur sebagai pengambil keputusan bertanggung jawab penuh atas keputusan yang ia tanda tangani, bukan staf yang hanya menyiapkan bahan pertimbangan,” ujarnya.

Sementara itu secara pidana, lanjut Marwan, secara mens  rea  tidak bisa dipidana selaku staf hanya menyusun dokumen teknis tanpa niat jahat.  Pasal 56 KUHP: jika seseorang hanya membantu tanpa memiliki niat jahat, ia hanya bisa dijerat jika ada bukti bahwa ia mengetahui ada penyimpangan atau niat jahat dalam keputusan tersebut. 

“Seseorang tidak bisa dihukum atas sesuatu yang berada di luar kendalinya. Jika staf hanya membuat pertimbangan teknis, maka ia tidak punya kuasa untuk mengesahkan atau menandatangani perjanjian, sehingga tidak logis jika ia dijadikan tersangka atas keputusan yang diambil oleh Gubernur,” tuturnya.

“Keputusan akhir tetap di tangan Gubernur, sehingga Gubernur yang seharusnya bertanggung jawab, bukan staf yang bekerja di bawah perintahnya,” tegasnya.

Sementara itu pledoi halaman 23 sd 25 Marwan tanpa tedeng aling-aling menyebutkan  kalau perusahaan sawit telah banyak bermain dan merugikan negara itu. “Pihak perusahaan-perusahaan yang telah bermain di celah-celah regulasi. PT NKI bukan satu-satunya perusahaan yang beroperasi di wilayah hutan produksi yang bermasalah. Ada perusahaan lain seperti PT SAML dan PT FAL yang dengan mudahnya mengantongi izin berdasarkan telaah BPKH yang keliru,” beber Marwan dengan gamlang.

Bahkan katanya, PT FAL masih terus merambah hutan di Labuh Air Pandan tanpa izin, seolah kebal hukum. “Lebih ironis lagi, meskipun ada papan sitaan dari Kejati Bangka Belitung di lahan PT NKI, PT FAL tetap bisa beroperasi tanpa hambatan,” ungkapnya.

Selain itu juga tambahnya, pihak BPKH yang telah menyesatkan dan memicu kekacauan. Saksi ahli Bambang Juwono, mantan pejabat biro hukum KLHK, telah dengan gamblang menyatakan bahwa telaah yang dikeluarkan oleh BPKH wilayah VIII tidak berdasar. 

SK KLHK nomor 6614 tahun 2021 hanyalah informasi perkembangan peta, bukan dasar hukum pemantapan kawasan hutan. Yang seharusnya dijadikan acuan tetaplah SK nomor 798 tahun 2012, yang hingga kini belum dicabut. “Namun, faktanya BPKH terus mengeluarkan telaah yang justru memperkeruh keadaan. Ini telah menimbulkan kekacauan di lapangan, termasuk memberi justifikasi bagi perusahaan-perusahaan lain untuk merambah kawasan hutan,” sesalnya.

Sebelumnya perkara pemanfaatan hutan di Desa Labu Air Pandan dan Kotawaringin,   Bangka, seluas 1.500 hektar tahun 2017 sd 2023, JPU telah menuntut para terdakwa dengan hukuman yang terbilang berat.  Berikut masing-masing tuntutan  kepada  terdakwa   Ari Setioko bos PT  Narina Keisha Imani atau NKI dengan  16 tahun penjara dan H Marwan dengan 14 tahun penjara. Sedangkan 3 PNS -anak buah H Marwan- Dicky Markam, Bambang Wijaya dan Ricki Nawawi sedikit lebih ringan dengan  13 tahun dan 6 bulan penjara. 

Dihadapan majelis hakim yang diketuai,  Sulistiyanto Rokhmad Budiarto JPU juga membebankan pidana uang pengganti hanya kepada  Ari Setioko seorang diri. Yakni sejumlah Rp 18.197.012.580 dan US$ 420,950.25 dengan ketentuan apabila dalam waktu 1 bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap tidak dibayar uang pengganti tersebut  maka harta bendanya akan disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Namun bilamana terdakwa tidak mempunya harta benda yang mencukupi untuk mengganti uang tersebut, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun.

 Para terdakwa juga dikenakan pidana denda: Ari Setioko Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan H Marwan, Dicky Markam, Bambang Wijaya dan Ricki Nawawi Rp 300 juta subsider kurungan 6 bulan.***

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan