KORANBABELPOS.ID.- Pertanyaan inti dalam kasus tata niaga timah di IUP PT Timah 2015-2022 adalah, siapa pemilik timah yang masih ada di perut bumi? Bukankah itu adalah wilayah IUP PT Timah?
Ini kesaksian Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Periode 2015-2020, Bambang Gatot Ariyono. Ia dihadirkan untuk terdakwa Helena Lim, Moctar Riza Pahlevi Thabrani (Eks Dirut PT Timah), Emil Ermindra (Eks Direktur Keuangan PT Timah), dan MB Gunawan, yang digelar Kamis 31 Oktober 2024, lalu.
Menurut Bambang, bijih timah yang ada di Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah belum menjadi milik PT Timah kalau royalti belum dibayarkan. Hal ini merujuk Pasal 92 Undang-Undang (UU) No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba perihal kepemilikan mineral.
BACA JUGA:Saksi Ahli Tipikor Tata Niaga Timah, Tanggung Jawab Semua!
Di mana, dalam pasal tersebut dikatakan, pemegang IUP dan IUPK berhak memiliki mineral, termasuk mineral ikutannya, atau batubara yang telah diproduksi setelah memenuhi iuran produksi.
Dengan demikian, bijih timah yang diperoleh oleh rakyat penambang, kemudian iuran produksi atau royalti itu belum dibayarkan, berarti bukan menjadi milik PT Timah.
"Pemindahan kepemilikan berdasarkan Pasal 33 di UU Minerba adalah pembayaran royalti kepada negara," jawab Bambang.
Sejalan dengan pendapat ahli ini, sidang sepekan sebelumnya, Kamis, 24 Oktober 2024, menghadirkan saksi Ahli Hukum Pertambangan dan Lingkungan, Ahmad Redi.
Hakim meminta pendapat Ahmad Redi terkait status bijih timah yang menjadi transaksi antara PT Timah dan penambang rakyat. Intinya, apakah benar PT Timah sudah membeli biji timah mereka sendiri, karena timah itu ada di IUP PT Timah sendiri?
"Bisa dinyatakan bahwa itu (timah) punya PT Timah pada saat masih jadi kandungan atau setelah mau diekspor dengan catatan sudah membayar royalti?" tanya hakim dalam persidangan.
BACA JUGA: Kerugian Negara di Tipikor Timah, Rp 300 T, Benarkah? Perdata & Kewenangan BPK?
Redi menjawab, berdasarkan adanya anggapan bahwa PT Timah membeli bijih timah miliknya sendiri, lantaran dikeruk oleh penambang rakyat dari area yang masuk dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
"Di Undang-Undang Minerba pada Pasal 92 diatur peralihan kepemilikan mineral logam, sebut saja timah itu (kepemilikannya) sejak membayar royalti," jelas Redi.
Dari situ, Redi menyimpulkan bijih timah yang masih dalam bentuk kandungan mineral tanah belumlah menjadi milik PT Timah, meski secara lokasi masuk dalam wilayah IUP PT Timah. Agar dapat diakui sebagai milik PT Timah, maka bijih timah itu harus ditambang terlebih dulu.
Namun tetap, harus dipastikan terlebih dahulu bahwa lahan yang menjadi area penambangan tidak tumpang tindih perihal kepemilikan lahannya dan tidak dalam penguasaan pihak lain, serta tidak dalam sengketa.