CERPEN MARHAEN WIJAYANTO: Surga di Telapak Kaki Ayah

Kamis 24 Oct 2024 - 21:51 WIB
Reporter : Budi Rahmad
Editor : Budi Rachmad

JIKA saya bertanya kepada ayah, dia selalu menjawab dengan tenang. Ketika ia membaca koran atau berkumpul dengan teman diskusinya, apapun yang keluar dari bibir ayah adalah ungkapan sejuk, padahal bagi orang lain hal itu semacam petaka.

 

“Yah, kenapa Ibunda punya suami lagi, sedang Ayah tidak mencari istri baru?” 

 

Ayah tak langsung menjawab. Beliau tetap tenang, menghela napas panjang dan kembali asyik dengan kopi, rokok, dan koran. 

 

Sementara di dinding masih tertempel foto keluarga, lengkap dan tertata rapi sejak puluhan tahun lalu. Di sana foto hitam putih ayah  bercengkerama dengan wanita rambut sebahu. Semua orang akan tahu, dua sejoli di foto itu sedang saling jatuh hati. Mereka adalah ayah dan ibu sewaktu muda.  Senyuman mereka polos, seolah tak ada suatu hal yang akan mengusik di kemudian hari. 

 

Selembar dua lembar koran ayah baca. Isapan rokok tak pernah berhenti berembus, meski kadang omelan saya terlontar karena  tak tahan dengan asap rokok itu. 

 

Kata ayah, justru rokoklah yang membuat pikiran jernih dan masih bisa sembari memberi nasihat bijak. Ketika lelaki merokok, dia akan menemukan ruang-ruang tunggu untuk meresapi rasa, aroma, dan syukur pada hidup.

 

Kata ayah, rokok sudah jadi sandaran hidup orang banyak. Di Jawa Timur, ribuan orang  menggantungkan diri dari hasil benda berasap yang tak henti mengepul dari bibir ayah. Dari benda sebatang itu, mereka mampu mencukupi makan, bahkan mengantar anaknya punya pendidikan layak. Ribuan pekerja itu mencetak, proses kemas, dan memasarkan hingga mengantar keluarga terhidupi. Semua  berkat berjuta rokok yang diolah di pabrik. 

 

“Itulah rokok yang bisa dikaitkan dengan filosofi kehidupan para pekerjanya.” 

Tags :
Kategori :

Terkait