“Jadi, ketika itu, smelter-smelter itu belum mampu berpartisipasi. Sampai sudah Covid, setelah itu perjanjiannya stop,” kilahnya.
Seperti diketahui, dalam dakwaan JPU di perkara ini, Harvey dan Helena didakwa menerima Rp 420 miliar yang disebutkan “biaya pengamanan” yang dibungkus dana CSR penambangan timah di lahan konsesi PT Timah di Babel. Setoran ini disamarkan sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) dari empat smelter yang disewa PT Timah.
Di Rumah Robert?
"Saudara dapat cash (uang tunai) kan? Atau lewat rekening?" tanya JPU.
Harvey pun menjawab "cash Pak, cash USD (dolar Amerika Serikat)."
Harvey sebelumnya menyebut uang kas terhadap perusahaan smelter swasta yang bekerjasama dengan PT Timah itu bersifat sukarela. Adapun acuannya adalah 500 USD per logam yang diproduksi setiap perusahaan. Uang itu rencananya digunakan untuk isu sosial dan lingkungan.
"Yang menyerahkan uang cash kepada saudara siapa?" tanya JPU.
Harvey pun menjawab "kurir biasanya."
"Gunawarman saudara tahu?" tanya jaksa lagi.
Harvey pun menjawab ia mengetahuinya. Jaksa pun bertanya apakah ada rumah atau sesuatu di daerah Gunawarman, Jakarta Selatan itu.
"Rumah Pak," jawab Harvey.
Namun, Harvey menyebut rumah tersebut bukan miliknya. Ia pun tak menjawab pertanyaan jaksa soal siapa pemilik rumah tersebut.
Hakim anggota, Ida Ayu Mustikawati, juga sempat menanyai Harvey soal rumah di Gunawarman itu. Mulanya, Ida bertanya mengenai uang valuta asing (valas) yang ditukarkan ke money changer milik Helena Lim.
BACA JUGA:Sandra Dewi Jelaskan Transfer Rp 3,15 M dari Harvey Moeis untuk Cicilan Rumah
"Kemudian dari Helena, entah itu ke kurir atau siapa, diserahkannya tidak langsung ke saudara semuanya kan?"
Harvey pun membenarkan. "Kalau saya tidak ada di tempat Yang Mulia, diterima oleh orang lain dulu."