BACA JUGA:CERPEN: Kebaikan Hati Si Beruang Madu
“Hey, kakakku jadi pengibar bendera, kakakku jadi pengibar bendera!”
Satu persatu temannya dari ujung kelas ke kelas lain ia kabari. Itu adalah berita sangat luar biasa, sungguh menyenangkan suasana hati Rafli. Satu menit dua menit berlalu tak seorangpun terlewat dia bisiki.
Bahkan semua teman satu sekolah hampir ia beritahu, bahwa kakaknya akan dilihat oleh jutaan mata di seluruh negeri.
Ia berkata pada semua orang, belum ada orang di kampung yang mampu mengibarkan bendera di istana. Bahkan semenjak berdiri hingga hujan badai atau kering membuat warga merana.
Dari air banyak saat penghujan sampai kini kemarau kering kerontang menyerang mereka. Membuat kampungnya dijauhi kabar gembira karena air sudah pergi tanpa kilau berita. Rafli cuma ingin berkabar pada dunia, bahwa kakaknya pembawa bendera pusaka di istana merdeka.
“Ah, mending kamu saja yang ditarik ke atas menggantikan bendera. Bisa jadi orang-orangan sawah yang dikerek, nih! haha”
Korban bullying di sekolah itu tak peduli. Senyum ceria masih mengembang. Pagi itu menjadi hari kemenangan untuk anak kecil yang selalu dirawat oleh kakaknya.
Menurut Rafli, itu adalah hal luar biasa dalam hidupnya. Tak terbayangkan orang yang paling disayangi di dunia ini akan menerima Sang Saka.
BACA JUGA:CERPEN MARHAEN WIJAYANTO: Paket Politik
“Hey hey! aku senang. Kakakku jadi pengibar bendera. . . .!”
“Tapi kamu kan masih jadi gagang cangkul patah! Hahaha..” sekelompok siswa mengoloknya seperti cangkul patah.
“Onono . . . si keris bengkok lagi pamer! hahaha”
Gelak tawa bernada menghina masih menggema di mana-mana. Rafli masih tegar dan semangat mengabarkan berita tentang kakaknya.
Ujung kanan, ujung kiri, hingga kawan yang berkerumun di ujung lantai dasar ia bisiki. Dia memberi tahu semua orang yang dia kenal dan jumpai.