Pergantian Kurikulum Pendidikan Tinggi di Indonesia telah terjadi sejak beberapa tahun lalu. Hal ini terjadi tidak lain dan tidak bukan adalah atas dasar pencarian formula terbaik untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia di Indonesia.
BACA JUGA: Pendidikan Berkualitas Karakter Kuat
Secara umum, perubahan tentu sebuah hal yang baik. Tetapi, jika perubahan tersebut terus menerus dilakukan tanpa ada arah yang jelas, maka hal ini perlu menjadi kekhawatiran bersama dan perlu mendapat perhatian yang serius.
Hal ini pula yang menjadi sinyal bahwa sistem pendidikan di Indonesia sedang tidak dalam kondisi baik-baik saja. Adapun beberapa alasan terkait perubahan Kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia didasari oleh beberapa hal seperti penyesuaian akan kebutuhan zaman, penyesuaian kebijakan dalam dunia pendidikan, evaluasi dan perbaikan pendidikan, serta respons terhadap penyelenggaraan pendidikan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan zaman atau perubahan zaman menjadi tolak ukur perubahan kurikulum pendidikan tinggi yang ada di Indonesia. Perubahan zaman ini juga dipengaruhi oleh aspek seperti perkembangan teknologi, kebutuhan pasar kerja, dan aspek lainnya yang bertujuan untuk mempersiapkan lulusan agar mampu menghadapi tantangan dunia kerja yang terus berubah dari waktu ke waktu.
BACA JUGA:Gerakan Literasi Sekolah: Picu Minat Siswa dalam Menulis dan Membaca
Hal ini dilakukan oleh universitas atau Lembaga pendidikan tinggi lainnya dalam Upaya penyelarasan dan penyiapan calon tenaga krja dengan jenis pekerjaan yang sesuai dengan tuntutan zaman pula.
Selain kebutuhan zaman, penyesuaian kebijakan dalam dunia pendidikan serta evaluasi dan perbaikan pun menjadi hal penting terkait dengan perubahan kurikulum di perguruan tinggi.
Terkait dengan penyesuaian kebijakan dalam dunia pendidikan, sering kali penyesuaian ini terjadi beriringan dengan pergantian pemangku atau pembuat kebijakan yang kerap disisipi atau diselipi oleh kepentingan pribadi. Ini menjadi semakin buruk ketika penyesuaian kebijakan ini tidak sejalan dengan tujuan akhir pendidikan nasional dan keputusan tersebut tidaklah dibuat oleh pihak yang memang memiliki kompetensi dalam dunia pendidikan.
Sejatinya pergantian kurikulum tidaklah salah, namun, yang terjadi adalah pergantian kurikulum di Indonesia terkadang juga sejalan dengan pergantian pemegang atau pemangku kebijakan dan cenderung memiliki kepentingan politik. Sebagai contoh, pergantian Menteri pendidikan juga akan berimbas pada kebijakan yang akan diambil dan pada akhirnya akan berdampak juga pada perubahan kurikulum dan kebijakan lainnya.
BACA JUGA:Pemanfaatan Potensi Samudra Biru di Bangka Belitung: Peluang dan Tantangan
Hal ini kemudian menjadi permasalahan bagi Lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan tinggi dalam menyesuaikan dan menyelaraskan kebijakan dan perubahan tersebut dari level atas sampai pada pelaksanaannya oleh tenaga pendidik.
Selain hal tersebut, evaluasi dan serta perbaikan kurikulum juga menjadi landasan terkait perubahan kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia. Perbaikan dan evaluasi ini tidak hanya dilakukan agar relevansi kurikulum dengan keadaan pasar atau bursa pekerjaan dapat sesuai dengan calon lulusan nantinya, tapi juga sebagai bentuk respons yang datang dari berbagai pihak seperti dosen atau tenaga pendidik, dan pemangku kepentingan lainnya yang mendorong terjadinya perubahan dalam kurikulum guna menjaga kualitas dan keselarasan pendidikan.
Melihat apa yang terjadi di tahun 2024 ini, Kementerian Pendidikan menginstruksikan untuk mengganti kurikulum pendidikan tinggi menjadi kurikulum baru yang berbasis luaran atau dikenal sebagai kurikulum OBE (Outcome Based Education).
BACA JUGA:Metaverse dan Tantangan Bagi Generasi Alpha
Kurikulum ini mulai digodok dan diinstruksikan untuk dapat segera diimplementasikan sebagai bentuk jawaban dari perubahan pasar kerja dunia yang mengalami pergerakan yang sangat signifikan. Akan tetapi dengan adanya perubahan yang segera akan digunakan, ada berbagai masalah atau tantangan yang juga harus dihadapi seperti kesiapan lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan tinggi baik dari segi sarana, prasarana, sumber daya manusia, dan lain sebagainya.