BACA JUGA:4 Langkah Mewujudkan Praktik Baik Literasi di Sekolah
Tak lama sebuah kendaraan berhenti tepat tak jauh dari tempat mereka berdiri. Seseorang dengan seragam dinas pemerintah dan berkopiah hitam turun dari mobil dengan warna hitam itu.
Ia diikuti seseorang lainnya dengan pakaian yang senada. Sepertinya dua orang itu adalah seorang pejabat dengan ajudannya. Dengan langkah bergegas, dua orang itu mendatangi mereka yang berada di bawah gapura perkuburan.
"Bagaimana, makamnya sudah siap?" tanya pejabat.
Mereka hanya menggeleng. Mendengar jawaban tersebut, seketika pejabat itu marah. Sangat marah.
Meski mereka sudah menjelaskan bahwa sudah tak ada lagi celah yang bisa digali. Kemarahan sang pejabat tak reda.
"Pokoknya harus bisa!" tukasnya dengan suara menggelegar.
Kemudian pejabat itu mengajak mereka untuk berkeliling. Setelah berada di tengah, pejabat itu akhirnya menunjuk dua makam yang terlihat sudah lama.
"Di sini saja. Makam ini saja. Sepertinya makam ini sudah lama," kata pejabat itu menunjuk.
Ia terkejut. Itu makam kedua orang tuanya. Makam ayah dan ibunya yang meninggal 30 tahun lalu.
"Cepat gali," tukasnya dengan memerintah.
Mereka masih terdiam. Dua rekannya memandang ke arahnya.
"Kenapa? Kalian keberatan? Jika kalian keberatan saya bisa mencari penggali yang lain," tukasnya.
"Itu, itu makam orang tua saya," tukasnya memberanikan diri.
"Ya sudah saya beli makam orang tuamu. Kau tinggal sebut harganya."
Laki-laki itu terdiam. Tapi sebenarnya dia ingin marah. Baru saja ia ingin berbicara pejabat itu langsung memotong.