BACA JUGA:CERPEN: Kebaikan Hati Si Beruang Madu
Sekali lagi ia bersama dua rekannya mengelilingi perkuburan yang luasnya melebihi lapangan sepakbola itu. Kaki mereka terus melangkah di antara deretan nisan yang tak teratur. Nisan dengan warna-warni. Nisan dengan berbagai ukuran.
Ia sudah 30 tahun menjadi penggali kubur. Menjadi penggali kubur bukanlah cita-citanya dan dua rekannya. Bukan juga keterpaksaan dan pemaksaan.
Mereka bertiga adalah kuli bangunan. Namun setelah kematian orang tuanya ia dan dua rekannya memutuskan untuk menjadi penggali kubur. Penggali kubur dengan upah seadanya.
Ia sangat ingat, ketika kedua orang tuanya meninggal, saat itu tidak ada penggali kubur. Begitu sulit untuk mencari orang yang mau menjadi penggali kubur. Hingga akhirnya dua rekannya yang menggali kubur untuk kedua orang tuanya.
Tujuannya menjadi penggali hanya satu, yakni agar keluarga yang berduka dapat tenang mengurus jenazah tanpa memikirkan siapa yang bakal menggali kubur.
Dan kini, bahkan sejak dua tahun terakhir, lebar kuburan baru terpaksa dibuat dengan ukuran lebih kecil dari biasanya. Kuburan baru juga dibuat dengan memanfaatkan celah antara kuburan. Bahkan terkadang kuburan baru menimpa kuburan yang lama.
Berkali-kali ia dan dua rekannya terpaksa menggali tanah di atas kuburan lama. Kuburan yang sudah berusia 20 tahun lebih, makam yang tak bernisan, atau makam yang tak terawat.
Hanya saja, kali ini sudah tidak ada lagi celah itu. Sudah tak ada lagi kuburan lama yang bisa mereka temukan.
Soal tempat pemakaman yang sudah penuh itu bukan tidak pernah dilaporkan. Ia sudah menyampaikan pada lurah dan pejabat lainnya sejak dua tahun lalu. Para pejabat itu mengangguk-anggukan kepalanya saat itu.
Bahkan menurut berita yang ia baca di koran, Wali Kota juga DPRD berjanji untuk segera menyediakan lahan baru untuk tempat pemakaman umum.
Hanya saja, entah mengapa lahan tersebut tak kunjung ada. Bahkan sampai Wali Kota meninggal tadi pagi, lahan yang sering mereka bakal ada tersebut belum tersedia.
"Apa yang harus kita katakan nanti?" tanya rekannya yang bertubuh kurus.
"Ya apa yang harus kita lakukan sekarang?" ucap rekannya yang bertubuh gempal.
Ia hanya diam. Otaknya berpikir keras untuk menyiapkan jawaban. Ia juga berpikir apa yang harus dilakukan ketika dipaksa nantinya.
Teleponnya berdering. Ia tahu itu dari orang yang tadi mendatangi rumahnya. Ia biarkan telpon itu terus berdering.