Profesionalisme Pelayan Publik: Saat Empati dan Integritas Menentukan Kualitas Layanan

Profesionalisme Pelayan Publik: Saat Empati dan Integritas Menentukan Kualitas Layanan

Minggu 30 Nov 2025 - 20:31 WIB
Oleh: Admin

 

Ketika profesionalisme tergerus oleh subjektivitas dan emosi, bukan hanya kualitas layanan yang menurun, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik. Oleh karena itu, menjaga profesionalisme bukan sekadar kewajiban hukum melainkan kewajiban moral dan etis yang berfungsi sebagai fondasi utama agar pelayanan publik dapat berjalan adil, efektif, dan kredibel.

 

//Kecerdasan Emosional Sebagai Pilar Layanan Publik Berkualitas

Menurut Gratz dan Roemer (2004), regulasi emosi dimaknai sebagai kemampuan untuk menerima emosi, mengendalikan perilaku impulsif, menggunakan strategi pengelolaan emosi yang tepat, serta tetap bertindak sesuai tujuan meskipun emosi sedang muncul. 

 

Bagi pelaksana pelayanan publik, kemampuan ini bukan sekadar konsep psikologis, melainkan keterampilan krusial yang menentukan kualitas layanan. Dalam praktik sehari-hari, pelaksana pelayanan publik sering berhadapan dengan dinamika yang menantang: kondisi pengguna layanan yang sangat beragam, tekanan internal terkait target kinerja, hingga rutinitas administrasi yang padat. 

 

Situasi ini membuka ruang munculnya stres dan respons emosional yang tidak selalu mudah dikendalikan. Tanpa regulasi emosi yang memadai, pelaksana pelayanan publik dapat dengan mudah bersikap reaktif, baik karena kondisi pribadi maupun respons pengguna layanan yang kurang menyenangkan. Alih-alih bersikap responsif sebagaimana tuntutan profesionalisme, mereka justru terpancing untuk bereaksi secara impulsif, sehingga layanan berpotensi terhambat atau bahkan tidak dilaksanakan secara optimal.

 

Sebaliknya, regulasi emosi memungkinkan pelaksana pelayanan publik untuk tetap objektif, stabil, dan konsisten dalam menjalankan tugas. Kemampuan ini membantu mereka menanggapi keluhan dengan tenang, mengambil keputusan secara adil, serta menyelesaikan proses administrasi dengan efisien. 

 

Strategi adaptif seperti menenangkan pengguna layanan yang marah, meredakan ketegangan, atau memilih pola komunikasi yang tepat dapat menjaga kendali atas emosi diri sekaligus mencegah eskalasi konflik. Dengan demikian, regulasi emosi bukan hanya pelengkap, tetapi fondasi penting dari profesionalisme dalam pelayanan publik.

 

Temuan ini sejalan dengan jurnal Transylvanian Review of Administrative Sciences (2025) yang menjelaskan adanya keterkaitan antara kecerdasan emosional, stres kerja, dan kualitas layanan. Pegawai dengan kecerdasan emosional tinggi dan tingkat stres yang lebih rendah cenderung memiliki motivasi lebih besar untuk memberikan layanan terbaik. 

 

Tags :
Kategori :

Terkait