DI SEBUAH kota di Jawa Timur, seorang Walikota berdialog dengan para mahasiswa tingkat akhir. Dalam dialognya sang Walikota bertanya mengenai Indek Prestasi Kumulatif (IPK) kepada para mahasiswa:
''Berapa IPK kamu?''
Dengan santai sang mahasiswa menjawab:
''Tiga koma sekian Pak..''
Mendengar jawaban mahasiswa, Walikota heran seraya geleng-geleng kepala lantas berkata dengan tegas dihadapan para tamu undangan:
''Waduh, kamu harus belajar lagi yang benar. IPK kok cuma tiga! Saya dulu IPK-nya delapan!''
Ternyata begitulah wajah pemimpin kita hari ini dan begitu pula wajah kita.
Di sebuah Kabupaten juga ada seorang Wakil Bupati yang membaca teks saat pidato pelantikan para PNS dengan bangga membacakan titel 'S.Sos' (Sarjana Sosial) bawahan yang dilantik dengan bacaan 'es, es o es'. Kontan para bawahan ketawa cekikikan dan sang Wakil Bupati ngambek.
Ternyata begitulah wajah pemimpin kita hari ini dan begitu pula wajah kita. Dilain tempat, sang Wakil Bupati pernah membacakan titel seseorang S.Pd.I (Sarjana Pendidikan Islam) yang seharusnya dibaca -es pe de i- dibaca dengan -es pe de satu-. Lagi-lagi kontan para hadirin dan tamu undangan geleng kepala sambil menahan tawa. Ternyata begitulah wajah pemimpin kita hari ini dan begitu pula wajah kita.
Ada juga anggota dewan yang karena sebuah kepentingan kunjungan keluar negeri ia diharuskan mengisi sendiri formulir berbahasa Inggris. Pada kolom pertama yang bertanya soal name , nick name diisi lancar alias benar. Tapi pas pada kolom sex, sang anggota dewan berhenti sejenak sambil geleng-geleng kepala. Setelah berpikir sejenak, ia pun menuliskan di kolom sex yang seharusnya di isi man atau woman (laki/perempuan), diisinya dengan sometime (kadang-kadang). Ternyata sang anggota dewan mengira pertanyaan dalam kolom sex itu adalah apakah Anda melakukan hubungan badan? sehingga ia menjawab sometime alias kadang-kadang. Ternyata begitulah wajah pemimpin kita hari ini dan begitu pula wajah kita.
Nah, apa kita dipimpin oleh orang-orang pintar yang benar atau dipimpin oleh orang-orang yang ndilalah menjadi pemimpin sehingga menjadi bahan cemoohan rakyat? diibaratkan sebuah gerobak, negeri ini yang berusia 80 tahun bagaikan gerobak buruk (usang) yang sudah berusia lanjut alias renta. Apakah gerobak itu harus dibawa lari oleh sapi gile (gila)? Kalau iya, jangan heran kalau penumpangnya pada mabuk dan muntah-muntah dan saling memuntahkan isi perut ke wajah sesama penumpang. Jangan pula heran kalau gerobak tersebut nantinya ditengah perjalanan roboh seketika dan para penumpang tepacol (terlempar).
Nah, Pilkada Ulang Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang, pelajari background, intelektualitas, kredibilitas, pendidikannya, serta hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan dirinya untuk memimpin daerah ke arah yang lebih baik. Saya yakin, dari banyak pasangan calon, ada yang memungkinkan diberi kepercayaan. Pilihlah untuk kepentingan daerah, bukan sekedar kepentingan politik kekuasaan, apalagi kepentingan pribadi.
Salam Politik!(*)