“Pemeriksaan ini baru awal. Harus ada pembuktian materiil dan formil sampai ke tahap penyidikan dan pengadilan,” tegas Bambang kepada DISWAY.ID, Sabtu 12 Juli 2025.
Ia juga menekankan pentingnya transparansi dan pengawalan publik terhadap proses hukum, agar kasus ini tidak berhenti di tengah jalan.
Data dari hasil uji laboratorium bersama sejumlah instansi, termasuk Badan Pangan Nasional dan Kejaksaan Agung, menunjukkan:
* 85,56% beras premium tidak sesuai mutu
* 59,78% dijual di atas HET
* 21% tidak sesuai dengan berat kemasan
Potensi kerugian ekonomi ditaksir mencapai Rp 99 triliun.
Pakar pertanian, Suardi Bakri, menyebutkan bahwa lonjakan harga beras yang tidak wajar di tengah stok melimpah merupakan indikasi adanya distorsi pasar.
“Jika produksi tinggi tapi harga naik, jelas ada yang tidak beres. Bisa jadi ini ulah pemain besar yang mengatur pasar dan berupaya memonopoli,” ujarnya.
Ia mendorong pemerintah untuk terus mengawasi distribusi pangan, mencegah praktek kartel, dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap industri pangan nasional.
Pemerintah berjanji akan terus menindaklanjuti kasus ini hingga tuntas. Pemeriksaan terhadap empat perusahaan ini baru langkah awal dari kemungkinan pemeriksaan 200 produsen beras lainnya yang dilaporkan oleh Kementan.
Jika terbukti bersalah, para pelaku bisa dijerat dengan UU Perlindungan Konsumen, UU Pangan, dan KUHP terkait penipuan dan monopoli usaha.***