Kerugian BUMN Bukan Merupakan Kerugian Keuangan Negara (Sebuah telaah pada perkara PT. Timah & Pertamina Patra

Selasa 18 Mar 2025 - 21:44 WIB
Oleh: Admin

Oleh Dr (c) Jhohan Adhi Ferdian, SH., MH.
Lawyer & Dosen LB Hukum Pertambangan

    Dengan disahkannya Undang-undang nomor 1 tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas undang-undang nomor 19 tahun 2003 tentang badan usaha milik negara pada tanggal 24 Februari 2025, berdampak  secara yuridis sehingga meneguhkan status hukum BUMN sebagai sebuah entitas usaha di Indonesia.

Di awali dengan perubahan definisi BUMN yang sebelumnya didefinisikan “sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki Negara Republik Indonesia melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan” dalam Undang-undang yang baru definisi BUMN adalah badan usaha yang memenuhi minimal salah satu dari dua ketentuan yaitu: a. Seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia melalui penyertaan langsung, atau terdapat hak istimewa yang dimiliki Negara Republik Indonesia.

Hak istimewa yang dimaksud adalah hak-hak yang berhubungan dengan agenda-agenda dalam RUPS, yang berbentuk saham seri A pada holding investasi, holding operasional dan BUMN, sehingga dengan adanya revisi regulasi ini pengertian BUMN melalui definisinya diperluas.

Kekayaan BUMN Dipisahkan Dari Keuangan Negara.
    Dalam undang-undang BUMN sebelum diubah menyatakan bahwa penyertaan modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang dipisahan dinilai belum cukup kuat untuk mengukuhkan posisi BUMN terhadap keuntungan maupun risiko bisnis yang bisa saja terjadi dan merugikan BUMN, oleh sebab itu berdasarkan ketentuan pasal 4B Undang-undang nomor 1 tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas Undang-undang nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN menyatakan bahwa “keuntungan atau kerugian yang dialami BUMN merupakan kentungan atau kerugian BUMN” lebih jelas dijabarkan dalam penjelasan yang menyebutkan bahwa segala keuntungan dan kerugian BUMN bukan keuntungan atau kerugian negara.

Hal ini selaras dengan ketentuan pasal 4 A ayat 5 yang menyatakan “Modal negara pada BUMN yang berasal dari penyertaan modal baik dalam rangka pendirian merupakan kekayaan BUMN dan menjadi tanggung jawab BUMN” seperti dalam penjelasannya menegaskan bahwa BUMN adalah badan hukum privat meskipun modalnya berasal dari APBN maupun non APBN, namun oleh hukum modal tersebut menjadi milik dan tanggung jawab BUMN sebagai badan hukum.

Penegasan terhadap status badan hukum privat ini membuat BUMN mempunyai otoritas dan lebih leluasa dalam menentukan kebijakan bisnisnya, sebab wilayah hukum yang menaungi nya adalah wilayah hukum privat, dimana apabila terdapat perselisihan hak dan kewajiban terhadap keuntungan dan kerugian maka diutamakan untuk menempuh penyelesaian-penyelesaian secara hukum keperdataan.

Status Hukum Anak Usaha BUMN.
    Anak usaha BUMN adalah anak perusahaan yang didirikan oleh BUMN dalam rangka memenuhi kepentingan usaha BUMN, berdasarkan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-3/MBU/032023, yang dimaksud anak perusahaan BUMN adalah perseroan terbatas yang sahamnya lebih dari 50% dimiliki oleh BUMN yang dikendalikan langsung oleh BUMN, hal ini sejalan dengan hak istimewa BUMN sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang BUMN terbaru, oleh karena itu penyertaan modalnya berasal dari keuangan BUMN bukan dari APBN secara langsung.

Disamping itu pula BUMN lahir berdasarkan UU BUMN dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2022 terkait dengan pendirian, pengurusan, pengawasan dan pembubaran BUMN, sedangkan anak perusahaan BUMN didirikan dengan akta notaris tentu Secara materilnya modal anak perusahaan BUMN berasal dari keuangan BUMN sehingga tidak mengganggu kas keuangan negara, hal ini dapat dilihat dari salah satu PP Nomor 47 tahun 2017 tentang Penambahan penyertaan modal negara RI ke dalam modal saham perusahaan  PT Indonesia Asahan Aluminium (INANLUM), oleh karena adanya pengalihan saham maka PT Antam, PT Timah, dan PT Bukit Asam secara otomatis status nya menjadi anak perusahaan PT Inalum yang kemudian berubah menjadi Mind ID sebagai holding pertambangan BUMN dan tunduk dibawah ketentuan Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Kerugian BUMN dan Anak Usaha BUMN Terhadap Kerugian Keuangan Negara
    Keterkaitan antara kerugian negara terhadap kerugian BUMN dan anak usaha nya disebutkan dalam Surat Edaran MA tentang Pemberlakuan Hasil Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2020 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, dalam poin 4 rumusan kamar pidana menyebutkan bahwa kerugian anak perusahaan BUMN yang modalnya bukan bersumber dari negara dan bukan penyertaan BUMN serta tidak menerima fasilitas negara bukan termasuk kerugian negara.

Kerugian negara menurut UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa kerugian negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai,  sedangkan kerugian keuangan negara adalah kerugian keuangan yang dialami oleh negara yang menjadi akibat dari perbuatan melawan hukum dalam delik tindak pidana korupsi.
    
Keberadaan SEMA di atas sebelum lahirnya perubahan UU BUMN yang baru yang menyatakan bahwa status penyertaan modal ditegaskan bahwa BUMN adalah badan hukum privat yang meskipun asal modalnya dari APBN namun yang harus bertanggungjawab adalah BUMN itu sendiri. Di mana kerugian dan keuntungan BUMN dinilai bukan sebagai kerugian negara, status hukum BUMN sebagai badan hukum privat yang bertanggungjawab atas segala aspek permodalan atas nama BUMN.

Sedangkan terhadap anak usaha BUMN yang tidak menerima permodalan dari APBN jelas tidak ada keterwakilan permodalan negara di dalamnya, melainkan bertanggungjawab langsung kepada BUMN induknya secara langsung.

Oleh karena itu sudah jelas kedudukan hukumnya segala kebijakan bisnis tidak serta merta dapat dibebankan tanggung jawab kerugian keuangan negara sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi selama hal tersebut dapat dibuktikan bukan dari perbuatan melawan hukum dan dilakukan dengan itikad baik, hal ini meneguhkan prinsip-prinsip Bussines Judgment Rule (BJR).

Tentu dalam membuat kebijakan bisnis tersebut harus dilihat secara kasuistik, sebab meski terdapat semacam impunitas bagi direksi BUMN dan anak BUMN, namun tata kelola perusahaan yang baik tetap harus dikedepankan, karena unsur-unsur lain yang dapat dikaitkan dengan penyelesaian tindak pidana korupsi contohnya praktik fraud, suap, gratifikasi dan lain sebagainya.

Dengan lahirnya Revisi Undang-undang BUMN terbaru masih banyak kekosongan hukum yang terdapat di dalamnya, peraturan pelaksana seperti PP baru sebatas terkait organisasi dan tata kelola Danantara, sedangkan banyak hal lain yang penting namun belum ada aturan teknis/pelaksana.

Seharusnya aturan turunan lainnya dapat lebih memperkukuh status hukum anak perusahaan BUMN, sehingga terdapat keseragaman dan kepastian hukum yang sama serta tidak menjadi problematik hukum seperti yang terjadi pada kasus Korupsi tataniaga komoditas timah PT Timah dan Pertamina Patra Niaga.

Terakhir, penulis hendak menyampaikan akan jadi sangat berbahaya jika iklim investasi dan bisnis perusahaan-perusahaan yang melakukan “inovasi-inovasi bisnis” seluruhnya dikategorikan sebagai Tindak Pidana Korupsi, sehingga pada akhirnya ekosistem ekonomi dan bisnis hanya akan menjadi “milik” pemerintah saja, dan hal yang demikian tersebut bukankah merupakan ciri-ciri karekteristik pemerintahan “komunisme”?. wallahu a’lam bishawab.(**)

Tags :
Kategori :

Terkait