Sementara suara lainnya terbagi antara NU (18,68 persen), Partai Nasional Indonesia (6,93 persen) dan Partai Persaudaraan Muslimin Indonesia (5,36 persen).
Pada Pemilu 1977, kontestan pemilu yang berjumlah 10 partai menjadi tiga partai melalui Fusi 1973.
Ketiga partai itu meliputi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Keberadaan trio partai ini tetap terus berjalan hingga pemilu yang digelar pada tahun 1997.
Selama tiga dasawarsa, Golkar menjadi mesin politik Pemerintahan Orde Baru dengan selalu meraup suara terbanyak dalam setiap pemilu.
Berdasarkan data BPS, perolehan suara Golkar sepanjang periode Orde Baru sebagai berikut 1977 (62,11 persen), 1982 (64,34 persen), 1987 (73,11 persen), 1992 (68,05 persen), dan 1997 (75,17 persen).
3. Era Reformasi (1999): Kunci Reformasi
Pemilu 1999 merupakan peristiwa kunci proses reformasi pasca-Orde Baru tumbang.
Pada 1998, Presiden Soeharto lengser pada akibat krisis ekonomi yang melambungkan harga bahan pokok sehingga memicu demonstrasi anti-Suharto.
Wakil Presiden BJ Habibie kemudian mengambil alih kepemimpinan negara dan memutuskan untuk mempercepat pelaksanaan pemilu dari 2002 menjadi 1999.
Pada tahun itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dibentuk menjadi lembaga penyelenggara resmi pemilu.
Euforia reformasi mendorong lahirnya puluhan partai di Tanah Air sehingga Pemilu 1999 tercatat diikuti oleh 48 partai.
Lima partai besar, yaitu di antaranya PDI-P, Golkar, dan PPP berhasil memborong 417 kursi DPR dari 462 kursi yang diperebutkan.
Banyak partai yang gagal memperoleh kursi di DPR.
Melalui pemilu tersebut lahir lah partai-partai yang cukup dikenal, antara lain Partai Demokrat, Partai Keadilan Sosial (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Hasil pemilu ini memberikan kekuatan politik yang signifikan kepada partai-partai yang mendukung reformasi.