Universitas Paramadina Bahas Kebijakan Trump dan Dampaknya bagi Asia Tenggara

Jumat 07 Mar 2025 - 22:39 WIB
Reporter : Rilis
Editor : Jal

JAKARTA – Universitas Paramadina bersama PIEC, Yayasan Persada Hati, PGSI, dan Program Studi Falsafah Agama menggelar Kajian Etika Peradaban ke-36 dengan tema “Isu-isu Politik dan Strategis di Asia Tenggara serta Implikasi Kebijakan AS Era Donald Trump ke Asia”.

Diskusi yang berlangsung di Universitas Paramadina Kuningan, Trinity Tower Lt. 45 pada Rabu (5/3/2025) ini menghadirkan berbagai pakar, termasuk Risa J. Toha, Associate Professor of Political Science dari Wake Forest University, dengan moderator Dr. Herdi Tri Nurwanto.

Dalam sambutannya, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Universitas Paramadina, Dr. Handi Risza Idris, menegaskan bahwa kampus memiliki perhatian besar terhadap isu-isu global, khususnya multilateralisme dalam hubungan internasional.

“Kami menyambut baik kehadiran Mba Risa Toha dalam diskusi ini dan berharap agar diskusi-diskusi yang membangun dapat terus berlangsung ke depannya. Isu-isu global, termasuk multilateralisme dan dinamika kebijakan luar negeri, perlu dikaji secara mendalam agar dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi para akademisi dan praktisi,” ujarnya.

Sementara itu, Risa J. Toha mengungkapkan rasa syukurnya atas sambutan hangat Universitas Paramadina. “Saya merasa sangat beruntung bisa berada di sini. Kampus ini memiliki pemandangan yang indah, sampai-sampai saya terdistraksi karenanya,” katanya dengan nada ringan.

Dalam pemaparannya, Risa J. Toha menyoroti perubahan signifikan dalam hubungan internasional sejak 2016, terutama terkait kepemimpinan Donald Trump. Ia menjelaskan bahwa kebijakan luar negeri AS di bawah Trump mengalami pergeseran drastis, dari pendekatan multilateral menuju kebijakan yang lebih transaksional.

“Memahami dan memprediksi dampak dari kepemimpinan Trump bukanlah hal yang mudah. Salah satu peristiwa bersejarah dalam pemilu 2024 adalah kemenangan Trump dalam popular vote, yang merupakan pertama kalinya bagi kandidat dari Partai Republik dalam dua dekade terakhir. Selain itu, dominasi Partai Republik di Senat dan Kongres semakin memperkuat arah kebijakan administrasi Trump,” jelasnya.

Risa juga menyoroti kebijakan kontroversial Trump, termasuk penerapan tarif perdagangan agresif terhadap China, Meksiko, dan Kanada, hingga restrukturisasi pemerintahan yang signifikan seperti penutupan USAID.

“Administrasi Trump saat ini cenderung menghindari keterlibatan dalam aliansi multilateral dan lebih memilih hubungan bilateral berbasis kepentingan strategis. Ini berpotensi menciptakan peluang sekaligus tantangan bagi negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia,” tambahnya.


//Tantangan Asia Tenggara di Kancah Global
Ketua PIEC, Pipip A. Rifai Hasan, mengungkapkan keprihatinannya terhadap minimnya peran Asia Tenggara dalam membangun platform kerja sama politik yang kuat di tingkat global. Menurutnya, pluralitas budaya, agama, dan sumber daya alam justru menjadi tantangan tersendiri dalam membangun visi politik yang bersatu.

“Di Eropa, Kekristenan seringkali menjadi faktor pemersatu dalam membangun kekuatan politik bersama. Sebaliknya, Asia Tenggara begitu plural, baik dari segi budaya, agama, hingga sumber daya alam. Hal ini membuat kerja sama politik di kawasan ini lebih kompleks dan belum mampu membentuk satu kekuatan politik yang berpengaruh di dunia internasional,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti tren otoritarianisme yang meningkat di berbagai negara Asia Tenggara. Ia mencontohkan situasi di Filipina, di mana putra mantan Presiden Rodrigo Duterte mengancam akan membunuh presiden saat ini, serta di Thailand, di mana militer tetap menjadi aktor dominan dalam pemerintahan.

“Perkembangan ini harus menjadi perhatian bersama, karena jika tidak diantisipasi, kemajuan yang dicapai negara-negara Asia Tenggara dalam demokrasi dapat terancam oleh meningkatnya kecenderungan otoritarianisme,” tambah Pipip.

Sebagai Direktur PIEC, Pipip menegaskan perlunya strategi yang lebih solid bagi negara-negara Asia Tenggara agar tidak hanya membangun kerja sama ekonomi, tetapi juga memperkuat posisi politik mereka di panggung internasional. Upaya ini diharapkan dapat menjadikan kawasan ini lebih berpengaruh dalam menentukan arah politik global di masa depan.(rel)


Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler

Minggu 09 Mar 2025 - 21:16 WIB

Ancam Pertumbuhan Ekonomi

Minggu 09 Mar 2025 - 21:17 WIB

THR PNS Cair Lebih Awal

Minggu 09 Mar 2025 - 21:14 WIB

Menjaga Semangat Ramadan