Hamparan peluh membalur tubuhnya. Dan tepuk tangan dari penonton terus membahana. Ramaikan malam. Riuhkan semesta. Jiwa-jiwa liar berusaha mendekat. Menjamah tubuhnya dengan saweran. Semua yang ada dalam diri sang penari menawarkan kenikmatan.
Memberikan sejuta kebahagiaan buat para penonton. Diksi pujian terus disenandungkan para penonton untuk dirinya.
”Terus….terus…,” teriak para penonton dengan koor yang bergemuruh penuh kegairahan.
Di ruang tamu sebuah keluarga, suara penghuninya terus bergema. Mengalahkan suara pembaca berita di televisi.
”Dia penari,” teriak seorang lelaki setengah baya dengan nada intonasi suara yang meninggi.
”Apa haram, aku menikah dengan seorang penari?," tanya seorang anak muda dengan nada suara intonasi yang meninggi pula. Ini adalah intonasi tajam yang pertama kali disampaikannya kepada sang bapak.
”Kita ini keluarga terhormat, Nak. Tolong, jangan kawini dia. Jangan rendahkan martabat keluarga besar kita. Masih banyak perempuan lain di kampung ini. Apa perlu Bapak mu ini mencarikan perempuan untukmu sebagai istri yang baik dan dari keluarga yang baik pula,” pinta bapaknya.
Anak muda itu mengelus dadanya yang bidang. Tatapan matanya tajam menatap ke arah Bapaknya. Tatapan mata yang membersitkan kesedihan dalam hatinya sebagai seorang lelaki sejati yang pernah mengucapkan janji.