KORANBABELPOS.ID.- Status holding PT Timah Tbk --di Bawah PRT Inalum-- Kembali mengemuka dalam persidangan Tipikor Tata Niaga Timah di IUP PT Timah 2015-2022. Karena dengan status itu, bisa jadi kerugian yang dituduhkan bukanlah termasuk kerugian negara.
Bahkan Ahli Hukum Bisnis Nindyo Pramono yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi ahli dalam persidangan untuk terdakwa Tamron alias Aon di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Senin, 11 November 2024, menguak hal itu.
Nindyo menyatakan, anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tidak mendapatkan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tidak termasuk dalam ranah keuangan negara.
Ini ia kemukakan Ketika menjawab pertanyaan Penasihat Hukum (PH) terdakwa terkait aset holding atau anak usaha BUMN yang bukan berasal dari negara.
"Apakah ada holding atau anak BUMN yang kekayaanya itu bukan berasal dari kekayaaan negara?" Menurut Nindyo, kalau ada beberapa perusahaan BUMN yang sudah menjual sahamnya kepada publik melalui pasar modal, dan kekayaan dari publik masuk ke dalam perusahaan tersebut.
Apa yang ia kemukakan itu menurut Nindyo, justru berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tahun 2020 yang menyebutkan, apabila sumber dari permodalan dari APBN, maka masuk kekayaan negara, berlaku juga sebaliknya.
BACA JUGA: Tamron Luruskan Soal Aliran Rp 124 M di Kasus Timah: Bukan Saya yang Hitung
"SEMA itu mengatakan, kalau sumber dari permodalan dari anak atau cucu perusahaan itu bukan dari APBN, maka itu tidak masuk ranah keuangan Negara. Kalau sumbernya dari APBN kekayaan negara yang dipisahkan tadi, berarti itu masuk bagian dari kekayaan negara," tegas Nindyo.
PT Timah sendiri melakukan Initial Public Offering (IPO) atau Penawaran Saham Perdana sejak 19 Oktober 1995 dengan harga penawaran Rp2.900 dengan saham yang ditawarkan sebanyak 176.155.000 lembar.
PH juga mempertanyakan jika suatu perusaahaan akan meningkatkan produksi melalui kerja sama dengan swasta, dengan meminta legal opinion dari instansi terkait dan hasil pekerjaanya sudah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), apakah masih melanggar hukum.
"Kemudian kerja sama itu terjalin antara anak BUMN dengan swasta, dari perspektif bisnis dan keperdataan oleh klausul yang halal, apakah perjanjian itu sah?"
Nindyo menjabarkan, dari ilustrasi yang diberikan perjajian tersebut dapat dilakukan sepanjang tidak melanggar Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
"Kalau dari ilustrasi, perjanjian itu sah sepanjang tidak melanggar 1320 KUHPerdata, syarat sah yang berjanjian, maka perjanjian yang lain secara sah berlaku layaknya Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya Pasal 1338 Ayat 1 dari KUHPerdata," jelasnya.
BACA JUGA:Sidang Kasus Timah, 6 PNS Dinas ESDM Babel Diperiksa Pagi Ini di PN Tipikor Jakpus
Prosedur Penyidikan dan Penuntutan