Menunggu Konsistensi Kebijakan Pendidikan Inklusi
Kristia Ningsih-Dok Pribadi-
Sedang sang siswa memiliki minat dan pengetahuan luas di luar pelajaran, misalnya tentang film Hollywood. Kalau diberi ruang, ia bisa saja mengevaluasi baik buruknya akting seorang aktor dalam film A dibanding pada film B. Ia bak seorang mahasiswa perfilman. Begitu masuk materi ajar, ia membubuhi jawaban yang tidak relevan atau terkadang kosong.
Jika saat itu pendidikan inklusi dibicarakan seramai ini, orangtua dan anak tersebut tak perlu inferior. Para guru pun akhirnya akan tahu menyajikan ‘teh’ meski di sekolahnya adalah tempatnya para ‘kopi’. Teh pun tetap akan menjadi minumah hangat yang nikmat sebagaimana kopi memiliki cita rasa dan estetika. Sayangnya, kedua peserta didik tadi tidak naik kelas. Bahkan salah satunya tinggal kelas hingga dua kali. Potensi kesantunan dan kemampuan mereka pun tidak terfasilitasi.
Cara mendidik secara inklusi menurut berbagai sumber yakni dengan: 1) mengidentifikasi ABK dengan tenaga profesional, 2) memvariasi metode ajar, 3) menggunakan pendekatan pencaritahuan atau teknik sumbang saran, dan 4) memberi perhatian dan apresiasi pada siswa. Semoga kini, para pendidik dapat semakin strategis dalam mengajar.
Sebagai penutup, hingga saat ini, tercatat ada 13 universitas Indonesia ramah disabilitas (Kompas). Pendidikan inklusi sudah dimulai di Yogyakarta sejak tahun 2001 dan 2004 di Bandung (pgsd.binus.ac.id). Pada tahun 2023 ini, mestinya pelajar ABK telah lebih maju, bahkan dapat memungkinkan terciptanya ruang bagi pengajar dengan disabilitas.
BACA JUGA:Aksi Melek Perubahan Iklim Fisika Kuat dan Siswa Peduli
Menghadapi berbagai jenis kebutuhan khusus, setidaknya guru dan dosen Indonesia tidak buta bahasa isyarat. Merekalah garda terdepan pendidikan Indonesia. Mereka siap lelah belajar demi bisa membawakan kecerahan pada gelapnya hidup tanpa pengetahuan. Tinggal pemerintah menunjukkan kerja nyata pada pendidikan inklusi sehingga pelajar disabilitas semakin terfasilitasi.***