Aksi Walk Out Warnai Sidang Paripurna KUA & PPAS
Usnen-Tri Harmoko-
* Pemicunya Data Jumlah Honorer Selalu Berubah-ubah
SUNGAILIAT - Kesepakatan Banggar dan TAPD Kabupaten Bangka menyepakati KUA dan PPAS Perubahan 2024 dan KUA dan PPAS 2025 diwarnai aksi interupsi dan keluar ruangan atau Walk Out . Hal ini karena persoalan jumlah data honorer yang mempengaruhi APBD Kabupaten Bangka tidak dibuka secara jelas datanya.
Interupsi dilakukan anggota DPRD Bangka dari Komisi 1, Usnen sesaat sebelum rapat paripurna dimulai pada Senin (12/8) yang mempertanyakan data seluruh honorer di Kabupaten Bangka. Pasalnya data honorer tersebut mempengaruhi belanja APBD yang belakangan berimbas isu pengurangan gaji honorer hingga pemotongan tunjangan ASN.
"Waktu pembahasan itu (KUA dan PPAS Perubahan 2024 dan KUA PPAS 2025) kita minta data terkait jumlah honorer. Baik honorer yang masuk database maupun belum masuk database serta yang masuk PPPK. Karena sekarang lagi ramai-ramainya pembicaraan terhadap honorer ini," kata Usnen di ruang Komisi 1 DPRD Bangka, Senin (12/8).
Menurutnya, akibat persoalan ini beban terjadi pada PJ Bupati Bangka yang mana dituding membuat kebijakan honorer akan dibayar gaji 50%, padahal kebijakan tersebut baru sebatas wacana DPRD dan TAPD Pemkab Bangka.
"Itu belum dilakukan (pemotongan gaji honorer), tapi sudah menyebar (isu pemotongan gaji honorer) di masyarakat. Terkait itu saya minta data honorer karena berkaitan dengan anggaran ini juga, oleh karena itu saya harap data cepat disampaikan ke kita. Kalau bisa sebelum penandatanganan KUA dan PPAS hari ini," ujarnya.
Namun, sampai paripurna data honorer tersebut tak pernah disampaikan ke pihak DPRD Bangka. Hal ini dikhawatirkan data yang tidak ada secara tertulis memberi ketidakpastian jumlah honorer di Pemkab Bangka sehingga membuat persoalan tidak kunjung jelas.
"Informasinya selalu berubah-ubah, hari ini honorer ada 2000, besok pagi 3000, besoknya 4000. Ketika kita pembahasan kemarin lebih kurang 5000-an. Jadi apa yang harus kita sampaikan kepada masyarakat kalau kita tidak punya data real," tegasnya.
Ia lanjutkan, sebelumnya soal honorer telah dibicarakan, yang mana tahun 2023 tidak ada lagi pengangkatan honorer. Kecuali yang keluar kemungkinan digantikan oleh Pemkab dengan asumsi anggarannya tetap. "Tetapi nyatanya dari tahun 2023 sampai sekarang bahkan 2024 ini mungkin masih ada penerimaan. Nah ini yang saya perlu agar data-data honorer itu ada secara tertulis," sebutnya.
Politisi asal Sungailiat ini juga menyesalkan sikap OPD yang tak menyampaikan data dengan dalih tidak ada permintaan DPRD secara tertulis soal honorer. Padahal DPRD sebenarnya meminta data itu disampaikan lewat TAPD untuk dibahas bersama-sama.
"Dengan kondisi seperti ini saya menganggap tidak ada kesepakatan antara kita, saya menganggap buat apa saya hadir di penandatanganan nota kesepakatan ini. Kesepakatan kita kemarin menurut saya kurang mantap lah, kurang pas. Sehingga dari apa yang kita harapkan itu tidak ada," terangnya.
Ia mempertanyakan, apa sebenarnya yang menjadi penyebab data jumlah honorer di Kabupaten Bangka tersebut tidak berani dibuka ke publik. Padahal ada hak publik untuk mengetahui jumlah honorer yang digaji dari APBD tersebut.
"Ini pun saya tidak mau terlalu jauh lah apa yang menyebabkan sampai terjadi riuh, resah dengan banyaknya honorer seperti ini. Saya tak mau lah kilas balik ke belakang apa yang menyebabkan bisa seperti ini, siapa gitu loh. Nanti nuansanya politis lagi," kata Usnen.
Sebagai pribadi, ia juga mengaku siap menghadapi bila aksi interupsi dan walk outnya mendapat tindakan dari fraksi PDIP maupun lembaga DPRD. Kesiapan untuk dikoreksi dan diberi arahan sebagai anggota DPRD maupun anggota partai pun baginya tidak masalah.