Opsi Bapanas Stop Boros Pangan Sulit Diwujudkan
--
Opsi Badan Pangan Nasional atau Bapanas pimpinan Arief Prasetyo Adi yang meminta masyarakat untuk tidak melakukan pemborosan pangan demi mengurangi impor beras sangat sulit diwujudkan. Terlebih opsi tersebut digaungkan di tengah terkuaknya skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294, 5 miliar yang menyeret nama Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.
Demikian disampaikan akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Prof Akhmadi menyoroti pernyataan Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy yang mendorong masyarakat menghemat pangan demi membuat pemerintah tidak lagi melakukan impor beras.
Opsi itu digaungkan Bapanas merespons data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut 30% total pangan terbuang. “Kalau benar (opsi) itu prihatin juga ya. Solusinya masyarakat harus diberikan edukasi yang baik agar tidak berprilaku boros pangan,” kata dia, Selasa (30/7).
Akhmadi meminta pemerintah, dalam hal ini Bapanas pimpinan Arief Prasetyo Adi, dapat mengurangi impor beras dengan memberikan edukasi tentang pangan alternatif kepada masyarakat. Menurut Akhamadi, Bapanas bisa memperkenalkan produk pangan alternatif seperti olahan jagung hingga sagu. “Harusnya secara masif lebih dikembangkan. Mindset ini harus dimulai dari para pengambil kebijakan di pemerintah baru masyarakat,” ungkap Ahmadi.
Akhmadi mengakui, ketergantungan akan impor beras belum bisa ditekan selama pangan alternatif belum dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat. Baca Juga: Harga Beras Tinggi di Tengah Skandal Demurrage, Bulog-Bapanas Dinilai Tidak Prorakyat Terlebih, lanjut Akhmadi, ketergantungan masyarakat akan beras masih sangat dominan. “Untuk impor beras, selama ketergantungan masyarakat terhadap beras sangat dominan atau pangan alternatif belum menjadi daya tarik di masyarakat. Menekan impor beras, saya kira masih terkendala ya untuk dilakukan,” tandasnya.
Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) membeberkan solusi untuk mengurangi jumlah impor beras. Salah satunya caranya dengan menggalakkan program setop boros pangan. Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy, mengatakan program itu diusung karena angka pemborosan pangan terhitung sangat besar. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) ada 30% total pangan yang terbuang.
Sarwo Edhy mengatakan pihaknya kini terus mendorong masyarakat untuk menghemat pangan. Sebab, program setop boros pangan bisa membuat pemerintah tidak lagi mengimpor beras. "Artinya kalau kita bisa hemat setop boros pangan, ini insyaallah kita tidak impor. (Ini) yang kita harus pahami," kata dia, Senin,(29/7/2024).
Disisi lain opsi Bapanas ini menjadi anomali di tengah beredarnya dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri disebutkan bahwa ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bapanas-Bulog yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim. Akibat tidak proper dan komplitnya dokumen impor dan masalah lainya telah menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bulog-Bapanas senilai Rp294,5 miliar. (jpnn)