Kerugian Korupsi Dikonversi Saham Timah 14%, Ada Preseden Divonis Bebas

Safari Ans-screnshot-

“Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” 

Ini alasan hakim Tipikor memberikan vonis bebas kepada  Ali Samsuri, sebagai Kepala Unit Produksi Laut Bangka PT Timah Tbk.

Kendati ada preseden vonis bebas bagi sidang Tipikor di Bangka. Ada preseden lain di kasus korupsi Pertamina. Sama anak perusahaan MIND ID. Karen Agustiawan mantan Direktur Pertamina (Persero) divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai majelis hakim Keren melakukan korupsi dalam pengadaan gas alam cair LNG di Pertamina. Namun bisa saja alasan bahwa Pertamina masih berstatus Persero, dimana Negara menguasai 100% saham. Sedangkan Timah sudah berstatus perusahaan terbatas (PT). Logika ini akan menjadi negosiasi hukum bagi tersangka di Pengadilan korupsi timah yang merugikan negara Rp 300 triliun. 

Putusan sidang Tipikor di Bangka itu akan menjadi salah satu dasar pertimbangan hakim yang mengadili para terdakwa dalam kasus besar korupsi timah Babel itu. Artinya, terbuka kemungkinan permainan hukum dalam kasus ini, sehingga kasus ini hanya akan menjadi bancakan para penegak hukum di tanah air. Bisa saja kasus tipikor ini hanya akan menjadi sandiwara permainan hukum menjelang berakhir periode Presiden Jokowi. Karena akan dianggap adil apabila 16 tersangka divonis bebas oleh hakim tipikor. Hanya saja, jeratan tipikor bisa saja bebas bebas. Tetapi jeratan sangkaan telah merusak lingkungan hidup di wilayah operasi tambang di Babel, akan menjadi tuntutan lain yang sulit mengelak. Karena kerusakkan lingkungan alam Babel yang oleh Jaksa Agung disebutkan bernilai Rp 271 triliun adalah fakta hukum lain.

KONVERSI SAHAM 14%

Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ,DPRD, dan para aktivis Lembaga Sosial Kemasyarakatan (LSM) yang ada di Babel, jangan diam berpangku tangan. Memomen ini menjadi kesempatan bagi Babel untuk mendapat hibah saham dari MIND ID (baca: Pemerintah, Red) sebesar 14% (empat belas persen), sehingga MIND ID masih memiliki saham di PT Timah Tbk sebesar 51% (lima puluh satu persen). Itu syarat saham minimal yang diatur oleh UU tentang BUMN No.19 Tahun 2003.

Semua komponen Babel harus bergerak, agar salah satu metode pembayaran ganti rugi akibat korupsi timah yang merugikan lingkungan hidup Babel senilai Rp 271 Triliun adalah MIND ID alias Pemerintah harus menghibahkan 14% saham miliknya di PT Timah Tbk. Lebih baik kalau kemudian menjadi putusan (vonis) hakim dalam sidang perkara ini, dimana hakim memerintahkan kepada MIND ID untuk menghibahkan sahamnya sebesar 14% kepada Babel. Gubernur bersama DPRD Babel harus menyurati Kejaksaan Agung agar tuntutan itu menjadi tuntutan jaksa di persidangan. Gubernur dan DPRD Babel juga harus menyurati Mahkamah Agung agar vonis hakim menyebutkan hibah saham itu sebagai salah satu kompensasi kerugian lingkungan Babel. Gubernur dan DPRD juga harus berkirim surat sekali kepada Presiden, Menkeu, dan Menteri BUMN agar kerugian lingkungan hidup Babel dikonversi, salah satunya dalam bentuk hibah 14% milik MIND ID kepada Babel.

Logika itu nampaknya untuk kuat diangkat ke permukaan. Karena Jaksa Agung sudah melakukan pernyataan hukum di media massa bahwa kerugian lingkungan hidup dalam kasus timah sebesar Rp 271 Triliun. Itu fakta hukum yang sudah digulirkan. Dan tidak bisa dibantah. Sementara harga saham timah (TINS) jika dibaca di Bursa Saham Indonesia, saham 14% tidak sampai seharga Rp 5 Triliun. Sangat kecil dibandingkan nilai kerusakan lingkungan yang diderita Babel. Kompensasi berikutnya, Babel  juga bisa menuntut agar kerugian lingkungan dikonversi dalam bentuk kenaikan royalti timah yang belum pernah mengalami kenaikan sejak timah ada.

Pada masa Gubernur Babel Dr Erzaldi Rosman pernah meminta kedua-duanya. Meminta agar MIND ID menghibahkan 14% ke Babel dan meminta Pemerintah Pusat menaikan royalti timah dari 3% (tiga persen) sekarang menjadi 10% (sepuluh). Karena dalam royalti 3% masih dipotong jatah Pemerintah Pusat. Sehingga royalti timah yang diterima Babel secara keseluruhan hanya mencapai sekitar Rp 300 miliar per tahun dibagi jatah provinsi, 6 kabupaten, dan satu kota. Kecil sekali dibandingkan kerusakan yang diakibatkan oleh tambang timah yang disponsori perusahaan negara. Dalam konotasi lain; negara harus bertanggung jawab terhadap kerusakan alam Babel yang saat ini sebenarnya sudah tarap membahayakan bagi kelangsungan kehidupan masyarakat Babel secara keseluruhan. Ayo Babel bergerak, jangan diam saja. Budu igek kalau diam bae.**

Tag
Share