DPR Nyatakan Revisi UU Penyiaran Tidak Bungkam Pers
Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizald-Antaranews.com-
BACA JUGA:Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Bisa Sebelum Pelantikan Presiden
Bobby mengemukakan hal itu ketika merespons anggapan beberapa pasal dalam draf revisi UU Penyiaran yang dapat menghambat kebebasan pers di Indonesia.
"Ini sama halnya dengan diskursus substansi dalam revisi UU ITE, hal lisan dan tulisan sudah diatur dalam KUHP sehubungan dengan hate speech dan lain-lain, hanya diperluas dalam format digital," katanya.
Ia menegaskan tidak ada perubahan dalam norma maupun aturan kode etik jurnalistik.
"Tidak ada perubahan norma yang diatur dalam kode etik jurnalistik dalam format mass media, diteruskan dalam format siaran," ujarnya.
Ditegaskan pula bahwa kegiatan siar di frekuensi siaran masuk ranah kode etik jurnalistik. Namun, frekuensi giat siaran di frekuensi telekomunikasi over the top (OTT) "dikecualikan".
"Jangan sampai ada upaya 'pengecualian', kegiatan jurnalistik dalam OTT yang ingin dibedakan alias tanpa kode etik jurnalistik. Kalau kegiatan siar di frekuensi siaran, masuk ranah kode etik jurnalistik. Akan tetapi, kalau giat siaran di frekuensi telekomunikasi (OTT), 'dikecualikan'," tuturnya.
Bobby memastikan publik akan ikut dilibatkan dalam proses pembahasan draf revisi UU Penyiaran untuk memastikan sejalan dengan prinsip kemerdekaan pers.
BACA JUGA:UU Pemilu Perlu Direvisi Sesuai dengan Pertimbangan MK
"Publik pasti dilibatkan, hal-hal di atas ada yang 'keluar' dari kode etik jurnalistik, aspirasi ini harus dipenuhi karena semangatnya kami ingin masyarakat mendapatkan hal positif dari kegiatan penyiaran, dan melindungi dari hal yang kontraproduktif, spekulatif yang mengarah pada hal-hal negatif," kata dia.(ant)