Hari ini, 75 Tahun yang Lalu, di Bangka
Pertemuan Pemimpin Republik di Gedung Househill, BTW Pangkalpinang pada Tanggal 25 Januari 1949, tampak Moh. Hatta, Suryadarma, Moh. Rum, Sutan Sjahrir, Alisastro Amijoyo, sumber De Locomotif edisi 27 Januari 1949-screnshot-
KORANBABEL.ID.- Langkah-langkah diplomasi dalam rangka kemerdekaan Indonesia terasa di Mei 75 tahun lalu.
Peran Kepulauan Bangka Belitung (Babel) cukup terasa.
---------------------
RESOLUSI Dewan Keamanan PBB Tanggal 28 Januari 1949 yang menuntut pembebasan “members of the Republican Government” (anggota-anggota Pemerintah RI) dan supaya Pemerintah Republik dikembalikan ke Yogya agar bisa “enabled to function freely” (dimungkinkan berfungsi dengan bebas) adalah pemimpin yang diasingkan di Bangka. Bahwa Pemerintah Darurat dalam pesannya yang dikirim kepada Nehru dengan tilgram dn ditandatangani oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara, menyatakan persetujuannya dengan Resolusi New Delhi tersebut, dengan tanggung jawab sepenuhnya “accept the decision with full responsibility” (Sastroamidjojo, 1974:267).
Demikian kisah yang diperoleh dari Sejarawan dan Budayawan Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia, .
Dato’ Akhmad Elvian, DPMP, CECH.
BACA JUGA:Peringatan HUT ke-23 Babel di Bangka, Termeriah Sepanjang Sejarah
''Diplomasi yang dijalankan di PBB dan di pulau Bangka sangat intens dilakukan, tercatat setelah terbentuknya UNCI (United Nations Commission for Indonesia) dan kedatangan delegasi UNCI ke pulau Bangka, pada bulan Maret 1949, Sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB, Tanggal 28 Januari 1949, maka pada Tanggal 23 Maret 1949, utusan UNCI tiba di Jakarta untuk mulai mengusahakan agar pemerintah Belanda dan Republik Indonesia dapat mengadakan pertemuan pendahuluan,'' ujarnya.
Pada Tanggal 2 April 1949, Mr. Mohammad Roem atas nama pemimpin Republik Indonesia di Bangka, mengirim surat ke UNCI yang menyatakan kesediaan mengadakan pertemuan pendahuluan di Jakarta. Pada Tanggal 12 April 1949, Mr. Van Royen, wakil Pemerintah Belanda di PBB, yang ditunjuk sebagai ketua delegasi Belanda ke pertemuan pendahuluan tiba di Jakarta dengan beberapa orang anggota delegasinya. Pada Tanggal 14 April 1949, pertemuan pertama Indonesia-Belanda dapat dilangsungkan di bawah pengawasan UNCI, yang diketuai oleh Merle Cohran. Memulai pembicaraan pertamanya Mr. Van Royen bertanya dengan tak terduga: atas nama siapa Mr. Mohammad Roem akan berbicara?. Roem menjawab spontan, “Atas nama pribadi (persoonlijk) Presiden dan Wakil presiden RI” (Salim, 1995:51).
''Melalui tekanan-tekanan militer di Jawa dan Sumatera terhadap Belanda dan beberapa kali perundingan atau diplomasi di United Nations dan di Bangka antara Kelompok Bangka atau “Trace Bangka” dengan Belanda dan BFO yang dimediasi oleh Komisi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Indonesia (United Nations Commission for Indonesia) atau UNCI, lahirlah “Roem-Royen Statement” di Jakarta pada Tanggal 7 Mei 1949,'' lanjut Elvian lagi.
BACA JUGA:HUT RI di Kota Nusantara Bakal Dimeriahkan Atraksi Udara 28 Pesawat Tiga Matra TNI
Hasil perundingan Roem-Royen yang disetujui pada Tanggal 7 Mei 1949 yang dikenal dengan Roem-Royen Statements berisi sebagai berikut: Delegasi Indonesia menyetujui kesediaan Pemerintah Indonesia untuk: 1). mengeluarkan perintah kepada “pengikut Republik yang bersenjata” untuk menghentikan perang gerilya;
2). bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan;
Dato’ Akhmad Elvian, DPMP, CECH3). turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, dengan maksud untuk mempercepat “penyerahan” kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat. Pernyataan Belanda pada pokoknya berisi:
1). menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta;