CERPEN RUSMIN SOPIAN: Smash untuk Merah Putih
--
TAYANGAN acara olahraga di sebuah stasiun televisi itu, membuat mata wanita itu memerah. Ada tetes air mata yang keluar dari bola matanya. Apalagi saat lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang seiring dengan penaikkan bendera Merah Putih di podium utama gelanggang olahraga terkenal itu.
Wanita setengah baya itu seolah teringat dengan peristiwa itu belasan tahun yang lalu, saat dirinya berhasil menyabet medali emas dalam tangkai olahraga bulutangkis. Saat itu dia adalah satu-satunya atlet yang berhasil menyumbang medali emas dalam pesta olahraga ternama Olimpiade.
Dia dengan bangga menyanyikan lagu kebangsaan dengan semangat patriotisme hingga tanpa terasa tetes air matanya mengucur deras hingga jatuh ke medali yang dikalungkan di lehernya.
Kini wanita setengah baya yang biasa disapa Mira itu harus berjuang menantang hidup dan keganasan kehidupan dengan kemampuannya yang lain. Usai gantung raket sebagai pebulutangkis, Mira, harus bertarung nyawa untuk menghidupi buah hatinya yang kini mulai dewasa dan membutuhkan biaya ekstra besar sebagai sopir angkot.
BACA JUGA:CERPEN: Sang Pewarta
Bantuan dari induk olahraga tak dapat diharapkan. Kadang ada, kadang nihil. Menjadi sopir angkot adalah pilihannya kini. Setiap hari Mira harus bertarung nyawa di jalanan dengan angkot yang dibelinya dari hasil keringatnya saat masih berjaya.
Setiap hari Mira, mantan atlet itu harus berjibaku di jalanan dengan penumpangnya dan kerasnya terminal untuk bisa bertahan hidup. Terkadang muncul rasa penyesalan yang mendalam yang tumbuh di sanubarinya. Mengapa dia tidak menyelesaikan sekolahnya?. Padahal ayahnya sangat tidak setuju dengan kiprahnya sebagai atlet bulutangkis.
"Kamu mau makan apa dari bulutangkis? Makan kok? Jualan raket?," hardik Ayahnya dengan nada bertanya saat Mira lebih banyak berlatih bulutangkis ketimbang kuliah.
"Saya ingin menyumbang sesuatu buat negara Ayah. Saya ingin lagu IndonesiaRraya berkumandang di podium olahraga ternama itu," jawab Mira.
"Lalu kamu lupakan masa depanmu? Apakah kamu siap tidak makan sepanjang hari?" tanya Ayahnya kembali dengan nada tinggi.
"Kamu lupa, Nak. Kamu kurang banyak membaca dan melihat sekitarmu. Berapa banyak atlet yang mengharumkan nama bangsa di panggung olahraga internasional yang diujung hidupnya menderita. Mereka dipuja-puji saat masih berprestasi setelah itu, apa? Kamu pernah dengar nama Gurnam Sing? Hingga hayatnya hidup dalam kondisi luntang lantung," ayahnya terus menyerocos dengan nada suara geram.
Mira hanya terdiam.
Tekad Mira untuk mengharumkan nama bangsa tak terbendung. Nasionalisme yang ada dalam jiwanya mengalahkan segalanya. Tekadnya cuma satu. Indonesia Raya dan Merah Putih harus berkibar di podium utama pesta olahraga internasional ternama itu.
BACA JUGA:CERPEN: Tak Ada Lagi Lahan Kosong untuk Kuburanku Nanti