Baca Koran babelpos Online - Babelpos

Pengamat UGM Ingatkan Soal Bobibos

Bobibos-screnshot-

INOVASI bahan bakar baru berbahan baku jerami bernama Bahan Bakar Original Buatan Indonesia Bos (Bobibos) tengah menyedot perhatian publik sejak diluncurkan pada awal November 2025.

---------------

PRODUK yang diklaim memiliki angka oktan RON 98 setara dengan Pertamax Turbo ini digadang-gadang sebagai terobosan energi baru terbarukan (EBT) karya anak bangsa.

Namun, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengingatkan bahwa Bobibos masih harus melewati proses panjang sebelum benar-benar layak diproduksi secara massal.

Bobibos disebut lahir sebagai alternatif BBM berkualitas tinggi yang lebih murah dan ramah lingkungan.  Terobosan ini menuai pujian karena memanfaatkan limbah pertanian sebagai energi baru.

Meski demikian, Fahmy menekankan bahwa klaim tersebut harus dibuktikan melalui serangkaian uji teknis yang ketat.

Menurut Fahmy, uji kelayakan menjadi langkah krusial sebelum Bobibos dapat melangkah lebih jauh.

Lemigas Kementerian ESDM disebut sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengujian laboratorium, termasuk menentukan RON, tingkat sulfur, kandungan emisi, dan parameter teknis lainnya.

Sementara itu, uji lapangan perlu dilakukan oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) untuk memastikan kompatibilitas Bobibos terhadap berbagai jenis kendaraan.

"Uji lapangan harus mencapai jarak tempuh 50.000 kilometer untuk setiap jenis kendaraan, sesuai standar internasional," jelas Fahmy saat dihubungi disway.id pada Sabtu, 22 November 2025.

Jika kedua uji tersebut berhasil dilalui, barulah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dapat menerbitkan sertifikat kelayakan yang membuka jalan bagi produksi dan pemasaran massal.

Meskipun prospektif, produksi skala besar Bobibos bukan perkara mudah. Fahmy menilai investasi yang dibutuhkan sangat besar, ditambah kebutuhan jaringan distribusi luas hingga ke seluruh wilayah Indonesia. Kondisi ini dinilai terlalu berat jika ditanggung para inovator Bobibos seorang diri.

"Untuk mengatasi kesulitan tersebut, Pertamina harus mendukung penuh dengan ikut berinvestasi pada Bobibos yang sesungguhnya cukup prospektif," jelas Fahmy.

Ia menambahkan bahwa pemanfaatan jaringan distribusi Pertamina mulai dari fasilitas penyimpanan hingga SPBU merupakan langkah strategis agar Bobibos dapat masuk pasar nasional.  Fahmy juga mengingatkan pemerintah agar tidak mengulang kegagalan masa lalu, seperti kasus "blue energy" di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang sempat mencuri perhatian namun menghilang sebelum memperoleh bukti ilmiah dan dukungan produksi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan