Said Tak Kunjung Pulang
Zakiul Fikri-Dok Pribadi-
Cerpen Muhammad Zakiul Fikri
Berita tentang menghilangnya Said sudah tersebar ke seluruh warga Kampung Air Batu. Dari mulut ke telinga-telinga warga, misteri hilangnya laki-laki yang sangat terkenal di kampung itu menjadi bahan pembicaraan orang-orang di warung-warung, pos ronda, hingga tempat-tempat pengajian. Pasalnya, Said dikenal baik selaku pemuka agama sekaligus nelayan di Kampung Air Batu. Ia diduga telah meninggal saat melaut, tetapi jasadnya tidak ditemukan.
Kehilangan Said diberitakan oleh keluarganya. Dugaan mereka, Said meninggal dan jasadnya ditelan oleh laut karena melanggar adat di wilayah tersebut. Ada juga yang menganggap kehilangan Said merupakan takdir. Namun anehnya, Siti, istri Said justru seperti tak acuh dengan hilangnya sang suami. Ia bahkan tak menangis saat tahlilan digelar untuk mendoakan suaminya.
“Ya. Mungkin dia mati diamuk badai di laut karena melanggar pantangan,” ujar Siti dengan muka datar menanggapi ibu-ibu yang bertanya mengenai suaminya.
Di Bangka, tepatnya di Kampung Air Batu, pantangan sudah menjadi kepercayaan turun-temurun masyarakat. Pantang laut adalah salah satunya. Tabu bagi masyarakat untuk melanggar kepercayaan tersebut. Namun, belakangan ini, kepercayaan tersebut sudah mulai ditinggalkan. Bagi sebagian orang, pantangan semacam itu adalah sesuatu yang kuno dan irasional. Said, lelaki yang berusia 35 tahun termasuk salah satu orang yang meragukan pantangan tersebut.
“Percaya kepada selain Allah adalah syirik,” kata Said saat memberikan ceramah di surau. Ia menyinggung beberapa hal yang berkenaan dengan akidah dan perilaku masyarakat yang masih percaya pada perkataan-perkataan dukun. “Saya jadi nelayan sudah dua tahun. Saya bawa ayam, telur, pisang buat bekal di laut. Tidak terjadi apa-apa. Ini bukti kalau kita jangan mau dibodoh-bodohi,” sambungnya.
Said merupakan lelaki asli Kampung Air Batu. Ia diketahui menempuh pendidikan agama pada salah satu pesantren di Jawa. Orang tuanya harus menjual tanah puluhan hektare dan beralih profesi sebagai nelayan demi Said. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia kembali ke kampung, bekerja sebagai nelayan, melanjutkan pekerjaan orang tuanya dan kadang mengisi ceramah saat acara-acara pengajian. Ia juga menikah dengan Siti, kembang desa di kampung itu.
Pernikahan Said dan Siti sempat menjadi perbincangan warga sebab keduanya memiliki latar belakang yang berseberangan. Siti berasal dari keluarga dukun, sedangkan Said adalah orang terpelajar di bidang keagamaan. Namun, kecantikan Siti membuat Said tergila-gila. Ia rela meninggalkan perempuan-perempuan yang sedang didekati demi mendapatkan Siti.