Baca Koran babelpos Online - Babelpos

TRANS 7, ORANG BUTA & MONYET

Ahmadi Sopyan-screnshot-

Oleh: AHMADI SOFYAN

Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya

 

BEBERAPA hari terakhir ini, ramai di media sosial tentang hinaan, bullyan, hujatan sebuah stasiun televisi swasta (Trans 7) terhadap kehidupan dunia pesantren, terutama kiyai dan santrinya. 

------------

YANG dipersoalkan dalam narasi televisi yang mengandung ejekan dan hinaan itu adalah adab santri kepada kiyainya.  Sebagai orang yang pernah nyantri di salah satu Pesantren di Jawa Timur, mendengar narasi tersebut ada perasaan kesal, "gerigit ati", kaget dan sebagainya. Kok kiyai dan dunia pesantren semakin dihina oleh media ternama seperti ini? Kok narasinya mengejek banget, kok.....

Orang Buta Meraba Gajah

Kisah ini sering diulang disampaikan oleh Kiai2 Gontor. Pada dekade 1970-an, datanglah seorang peneliti asal Jerman bernama Wolfgang ke Pondok Modern Darussalam Gontor. Ia hanya tinggal sehari — sekadar menatap permukaan dari samudera yang dalam.

Di sana ia melihat para santri menyapu halaman, mengepel kelas dan asrama, membuang sampah, menjaga keamanan malam hari layaknya petugas keamanan. Semua itu ia catat dengan teliti — namun hanya dengan mata lahiriah, bukan dengan mata hati.

Sekembalinya ke Jakarta, Wolfgang menyeminarkan hasil penelitiannya.

Dengan logika Barat yang kaku, ia menuduh:

“Pesantren ini mengeksploitasi anak-anak di bawah umur.”

Sering dinasihatkan oleh para kiai kepada santri, dalam menilai pondok jangan sampai seperti orang buta yang meraba gajah. Atau monyet memakan manggis. Terburu-buru menyimpulkan pahitnya dan membuangnya sebelum merasakan inti buahnya yg manis.

Memahami pondok pesantren tak cukup dengan pandangan mata. Ia butuh perenungan, pengalaman, dan penghayatan. Seperti memahami salat, kita takkan mengerti maknanya hanya dari gerakan rukuk dan sujud, hingga hati ini benar-benar tunduk bersama dahi yang menempel di bumi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan