SANG PRIA DAN ASANYA
Syabaharza.-Dok Pribadi-
Oleh: Syabaharza
Siang itu udara sangat bersahabat. Suara gemiricik air sungai menambah syahdu keadaan. Sesekali terlihat perahu nelayan hilir mudik saling berpapasan. Perahu itu terkadang seperti berayun di atas air sungai yang dilewati oleh speedboat yang bergerak lebih cepat dari perahu nelayan itu.
Buih-buih air sungai akibat terjangan speedboat berlarian berusaha saling mendahului dan hilang ketika sudah menyentuh bibir sungai.
Di pinggir sungai itu terdapat sebuah bangunan yang besar. Bangunan itu terdiri dari balok-balok di bagian atasnya. Bangunan itu juga memiliki tiang pancang dan lantai. Tiang pancangnya sangat kuat sehingga mampu menahan beban beberapa orang yang selalu datang di atasnya, serta mampu menahan dahsyatnya serbuan air sungai.
Di atas bangunan itu ramai orang berkumpul. Ada yang duduk di kursi yang terbuat dari bata dan dilapisi keramik. Ada yang mondar-mandir membawa makanan ringan dan minuman, sambil sesekali menawarkan bawaannya kepada orang yang ada di atas bangunan itu. Ada juga yang berpakaian rapi, dengan berbagai aksesoris di pundak dan dadanya.
Di tangannya ada sebuah benda mirip dengan handphone, tapi ukurannya sedikit lebih besar, dan sesekali ada suara yang keluar dari benda tersebut. Jika dilihat dari plang yang ada di pintu masuk, bangunan itu bernama Boom Baru. Sebuah pelabuhan yang berada di sebuah kota yang terkenal dengan sungai Musinya. Pelabuhan tempat transitnya orang yang datang dari pulau seberang.
Di sudut pelabuhan itu. Di sebuah kursi yang terbuat dari bata tadi, tampak seorang pria duduk tanpa ekspresi. Terlihat sekali pria itu sangat galau. Baju yang dikenakannya tampak lusuh, bagaikan beribu tahun tidak bersilaturahmi dengan setrikaan. Celana katun yang dikenakannya juga tidak kalah memprihatinkan bahkan lebih parah.
Penampilannya sungguh sangat awut-awutan. Di tangannya ada sebuah botol minuman air mineral yang tinggal setengah. Seakan botol itu menjadi teman setianya selama duduk di sana. Sebuah sandal jepit merk Nippon melingkar di kakinya. Sesekali dia menggoyangkan kakinya, sehingga membuat salah satu sandal sederhana itu jatuh ke lantai. Begitulah yang dilakukan sang pria mulai dari pagi sampai siang hari.