Baca Koran babelpos Online - Babelpos

SUNGAILIAT ATAU SUNGAILEAT (Bagian Empatbelas)

Akhmad Elvian-screnshot-

Oleh: Dato’Akhmad Elvian, DPMP

Sejarawan dan Budayawan Bangka Belitung

Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia

MELALUI tekanan-tekanan militer di Jawa dan Sumatera terhadap Belanda dan beberapa kali perundingan atau diplomasi di United Nations dan di Bangka antara Kelompok Bangka atau “Trace Bangka” dengan Belanda dan BFO.

---------------

ITU dimediasi oleh Komisi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Indonesia United Nations Commission for Indonesia yang mengabaikan keberadaan PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia dan TNI (Tentara Nasional Indonesia, lahirlah “Roem-Royen Statement”. Hasil perundingan Roem-Royen yang disetujui pada Tanggal 7 Mei 1949 berisi sebagai berikut: Delegasi Indonesia menyetujui kesediaan Pemerintah Indonesia untuk: 1). mengeluarkan perintah kepada “pengikut Republik yang bersenjata” untuk menghentikan perang gerilya; 2). bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan; 3). turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, dengan maksud untuk mempercepat “penyerahan” kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat. Pernyataan Belanda pada pokoknya berisi: 1). menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta; 2). menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik; 3). tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia sebelum 19 Desember 1948, dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan Republik; 4). menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat; dan 5). berusaha dengan sesungguh-sungguhnya supaya KMB segera diadakan sesudah Pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta. 

Dalam rangka melaksanakan salah satu butir isi perjanjian Roem-Royen, maka pada Tanggal 22 Juni 1949 dilaksanakan kesepakatan dalam meeting of mind mengenai garis besar gencatan senjata. Pada Tanggal 24 Juni sampai dengan Tanggal 29 Juni 1949 di bawah pengawasan UNCI, pasukan Belanda mulai ditarik dari Kota Yogyakarta dan pasukan TNI secara berangsur-angsur mulai memasuki Kota Yogyakarta. Selanjutnya sebagai pelaksanaan butir Pertama dari perjanjian Roem-Royen yang menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta, maka pemimpin republic di Bangka mulai mempersiapkan diri kembali ke Yogyakarta. Pada tanggal 27 Juni 1949 kami mendengar berita radio yang mengatakan, bahwa Sultan Hamengkubuwono pada tanggal 30 Juni akan mengambil alih kekuasaan di Yogya dari tangan Belanda. Diduga bahwa kami di Bangka akan kembali ke Yogya tanggal 5 atau 6 Juli 1949. Atas usul Cochran, kami berangkat dari Bangka kembali ke Yogya tanggal 6 Juli 1949 kata Bung Hatta dalam buku yang Ia tulis yang berjudul: Untuk Negeriku: sebuah Otobiografi. 

Berdasarkan Dokumen Politiek verslag over de 1 e helf juli 1949 van de residentie Bangka en Billton nomor 364/2/Geheim Eigenhandig,tanggal 25 Juli 1949, Residen Bangka Belitung Lion R. Chacet melampirkan Laporan bantuan masyarakat Bangka untuk Pembangunan Ibukota Negara di Yogyakarta. Bantuan atau sumbangan rakyat Bangka tersebut diserahkan pada tanggal 5 Juli 1949 kepada Presiden Soekarno di hadapan 3000 rakyat Bangka bertempat di Balai Haminte (gemeente) Pangkalpinang atau diserahkan sehari sebelum pemimpin Republik kembali ke Yogyakarta. Sumbangan tersebut berbentuk uang tunai sebesar 90.170,18 Gulden, jumlah yang sangat besar untuk ukuran pada masa itu .

Dalam Buku: Yogyakarta-Bangka Menegakkan Kedaulatan Negara, 1948-1949 karya Akhmad Elvian dan Ali Usman, diterbitkan Dinas Kebudayaan DIY, 2023, hal. 163, dinyatakan bahwa, untuk mendukung kembalinya pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, diadakan penggalangan dana mulai bulan Mei 1949, dengan pembentukan panitia “Fonds Penjokong Pembangunan Djogjakarta” yang terdiri dari Persatuan Wanita Indonesia (PERWANI), Persatuan Dagang Indonesia (PERDI), Serikat Nasional Indonesia (SENI), Serikat Kaum Buruh (SKB) dan Serikat Rakyat Indonesia (SERI). Panitia ini dipimpin oleh Depati Ali Asik sebagai ketua dan Daniali Abdullah (Wakil Ketua Serikat Kaum Buruh (SKB) dan redaktur “Menara Buruh”). Sebagai pembina dan penasehat dipercayakan kepada Masyarif Datok Lelo Bendaharo (Ketua Dewan Bangka) dan Demang Sidi Minik (Kepala Pemerintahan Pangkalpinang). Panitia menargetkan akan mengumpulkan f. 200.000 dan akan diserahkan langsung kepada Presiden Republik Indonesia Sukarno. Untuk pengumpulan dana dibentuklah panitia lokal di seluruh Pulau Bangka, termasuk di Kota Sungailiat.  

Metode pengumpulan dana ada 4 cara, yakni sumbangan perorangan, penjualan barang, pertunjukan bioskop, pertandingan olahraga dan pertunjukan keroncong di pasar.  Pencatatan sumbangan para donatur dimulai dari Kota Toboali dengan nomor 1-30, dilanjutkan Kota Koba nomor 31,55, dilanjutkan dari Kota Sungailiat nomor 56,74, 95,102, selanjutnya nomor 75-94 untuk sumbangan dari Kota Belinyu, kemudian nomor 103-113 sumbangan dari Kota Sungaiselan,  dan nomor 179,183 dan 205 sumbangan dari Baturusa, selanjutnya nomor 131 dan 161 sumbangan dari Kota Mentok, kemudian sumbangan dari Kota Jebus dengan nomor 162 dan 177 dan dari Petaling dengan nomor sumbangan 116 dan 130, serta daftar nomor 114,115, 184-225 dan 178 berasal dari Kota Pangkalpinang. Cara kedua dengan pengumpulan dana melalui penjualan. Ada 2 jenis penjualan yakni penjualan bunga dan penjualan dasi kupu-kupu warna merah putih dan berhasil mengumpulkan dana sebesar 586,30 gulden. Salah satu cara menarik pengumpulan dana melalui pengumpulan massa dengan mengadakan pertandingan olahraga berhasil mengumpulkan dana sebesar 713,50 gulden. Kemungkinan besar olahraga yang ditandingkan adalah sepak bola, seperti yang dilakukan di Pangkalpinang pada akhir bulan Mei 1949. Pada hari saat pertandingan sepakbola tersebut Ketua Dewan Bangka Masyarif Datok Bendahara Lelo meninggal dunia  tanggal 28 Mei 1949. Penggalangan dana dilakukan juga melalui pemutaran film di Bioskop dan berhasil mengumpulkan dana sebesar 94,05 gulden. Metode ke-4 dalam pengumpulan dana melalui pertunjukan musik keroncong di pasar-pasar dan berhasil menggalang dana sebesar 374 gulden. Rincian sumbangan dari Distrik Sungailiat cukup besar berada pada urutan Tiga setelah sumbangan dari Kota Pangkalpinang dan dari Kota Mentok. Sumbangan dari Kota Sungailiat meliputi sebagai berikut: Daftar Derma Wang Masuk f. 8257,06 nomor (56,74), (95,102), dari penjualan barang-barang (-), dari penjualan bunga-bunga f 1000, dari kegiatan olahraga f 540,60, dari bioskop f 1000, dari pasarderma, kroncong dan lainnya f 602,09, jumlah keseluruhan penerimaan dari Distrik Sungailiat sebesar f 11399,75, dengan jumlah wang yang keluar sebesar f 86,-.

Pada Tanggal  6 Juli 1949, Presiden Soekarno dan rombongan kembali ke Ibukota RI, Yogyakarta dari Pulau Bangka. Sebelum berangkat rombongan berpamitan dengan masyarakat Pangkalpinang dan masyarakat Bangka umumnya, bertempat di Balai Gemeente Pangkalpinang (sekarang berseberangan dengan Masjid Al Muhajirin Jalan Balai, kini Jalan KH. Hasan Basri Sulaiman). Pada saat itulah Bung Karno mengatakan satu sloka yang menggugah semangat kebangsaan bahwa “Dari Pangkalpinang Pangkal Kemenangan Bagi Perjuangan”. Kedatangan Presiden, Wakil Presiden, beserta rombongan di Yogyakarta mendapat sambutan yang hangat dari rakyat Yogya. Mulai dari Lapangan Udara Maguwo sampai di istana negara, jalan-jalan telah penuh sesak dengan rakyat yang menyambut kedatangan mereka. Bukan hanya di jalan-jalan saja, bahkan di atas genteng rumah, di atas pohon-pohon pun rakyat berdiri menantikan kedatangan Presiden, Wakil Presiden, dan para pemimpin lainnya yang sangat mereka cintai (SESKOAD, 1991:313, 316).

Empat hari kemudian, pada Tanggal 10 Juli 1949, Panglima Besar Jenderal Sudirman setelah selama Tujuh bulan bergerilya dengan ditandu, kembali memasuki Kota Yogyakarta. Pertemuan antara Panglima Besar Jenderal Sudirman dengan Presiden Sukarno berlangsung dalam suasana sukacita yang dalam dan pelukan hangat dari kedua pemimpin besar bangsa ini. Selanjutnya untuk menyelesaikan keabsahan hasil perundingan Roem-Royen, pada Tanggal 13 Juli 1949, di Jakarta diadakan pertemuan antara pemimpin-pemimpin kelompok Bangka dengan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Hasil perundingan bahwa PDRI menyerahkan keputusan mengenai isi perjanjian Roem-Royen kepada Keputusan Kabinet, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) dan kepada pimpinan angkatan perang. Pada tanggal yang sama Mr. Sjafruddin Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta. 

Dalam rangka menyelesaikan berbagai perbedaan pandangan dan untuk menyatukan pendapat agar Bangsa Indonesia siap untuk berunding dengan Belanda dalam konferensi yang akan dilaksanakan di Negeri Belanda, maka pada Tanggal 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta dan kemudian pada Tanggal 31 Juli sampai Tanggal 2 Agustus 1949 di Jakarta diadakan  Konferensi Inter-Indonesia  yang dihadiri oleh wakil-wakil Republik Indonesia dan pemimpin-pemimpin BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) atau Badan Permusyawaratan Federal. Salah satu keputusan penting yang diambil dalam Konferensi Inter Indonesia adalah, bahwa BFO menyokong tuntutan Republik Indonesia atas penyerahan kedaulatan tanpa ikatan-ikatan politik ataupun ekonomi. Sesudah berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri secara musyawarah di dalam Konferensi Inter-Indonesia, Bangsa Indonesia secara keseluruhan telah siap menghadapi Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dimulai pada Tanggal 23 Agustus sampai Tanggal 2 November 1949 di Den Haag negeri Belanda (Bersambung). 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan