Selasa, 26 Nov 2024
Network
Beranda
Headline
Pangkalpinang
Politika
Daerah
Bangka
Bangka Tengah
Bangka Selatan
Bangka Barat
Belitung
Belitung Timur
Komunikasi Bisnis
Advetorial
Kolom
Catatan Politik
Bahasa
History
Taring
Soccer
Lainnya
Gadget
Hiburan
Literasi
Kesehatan
Nasional
Opini
Network
Beranda
Taring
Detail Artikel
Ngerameng
Reporter:
Ahamdi Sopyan
|
Editor:
Syahril Sahidir
|
Kamis , 29 Feb 2024 - 20:13
Ahmadi Sopyan--
ngerameng oleh : ahmadi sofyan penulis buku / pemerhati sosial budaya salah satu penyebab kesemerawutan hukum, birokrasi dan ketatanegaraan kita di negeri ini adalah karena yang bukan ahlinya duduk dalam posisi strategis, akhirnya komentar dan keputusannya pun berjenis kelamin “ngerameng”. --------------------- “ngerameng”, tutur lisan orang kampung di pulau bangka yang bermakna ngelindur alias tidak terkendali, tidak terkonsep, tanpa arah, semaunya, sesuai dengan apa yang ada di kepala saja. kondisi kehidupan “ngerameng” baik dalam tatanan birokrasi, bernegara dan hukum kita sepertinya tak berkesudahan bahkan semakin menjadi-jadi. yang salah menjadi paling benar, yang benar diabu-abukan dan akhirnya salah. ustadz dan ulama dikriminalisasi, bajingan dan pemecah belah persatuan dan kesatuan rakyat dibela habis-habisan bagaikan sang anjing menjaga tuannya. kalaulah orang seperti saya yang notabene rakyat kecil tak punya kuasa bersikap dan berbuat “ngerameng”, tak akan banyak dampaknya. tapi kalau para pengambil kebijakan ngelindur, salah dan birokrasi, melawan aturan yang ada bahkan mejagal uu yang dibuat sendiri, akan berdampak dahsyat. begitupula ketika hukum justru dikangkangi sendiri oleh aparat hukum, pasti menjijikan, memalukan sekaligus memalukan. dimanakah letak kita, para kecil yang kian hari kian tak berdaya? di koran, di televisi, mereka kaum berdasi semua berbicara dengan gagah dan patriotic. namun, fokus pembicaraan mereka jika dicerna kebanyakan tentang tema-teman “pembagian kekuasaan” atau “perebutaan kekuasaan”. hamper-hampir tak ada yang kita rasakan hatinya benar-benar mencintai rakyat, yang memfokuskan perhatiannya apakah rakyat akan kelaparan atau tidak, rakyat akan kafir atau tidak, rakyat akan mati secara benar atau benar-benar dimatikan. sejak reformasi bergulir, hingga hari ini saya pribadi tidak pernah tahu sebenarnya seperti apa wajah reformasi yang sesungguhnya. reformasi bagaikan mencadin (hantu) yang hingga kini tak jelas juntrungan dan arahnya. padahal begitu banyak pengorbanan nyawa, darah berceceran, kerusuhaan dan kemusnahan, kerugian dan ketakutan yang tiada tara. siapakah yang memaknai kepahlawanan dan pengorbanan saudara-saudara kita melalui bukti reformasi yang dewasa? ternyata…., kita masih dalam kategori anak-anak dari orde yang kita kutuk di mulut, tapi kita biarkan ajaran-ajarannya terus hidup subur di dalam aliran darah dan jiwa kita. tanpa kita sadari, korupsi menjadi salah satu “sahabat: sehari-hari. korupsi tak terasa korupsi karena sudah menjadi milik bersama, dilakukan bersama, ditutupi dengan alibi-alibi bersama, ditaburi harum wewangian retrorika dari berbagai sudut, sisi dan disiplin. korupsi menjadi kecenderungan sehari-hari. menjadi “naluri alamiah” tradisi kebudayaan kita. menjadi makanan pokok sehari-hari. menjadi candu yang membuat orang merasa rugi kalau tak melakukannya. ternyata, kita merampok dengan cara mengincarnya untuk kita rampok kembali atau kita “ngebon” perampok dari untuk merampok negara kita sendiri. kita mencaci penguasa zhalim sambil berusaha keras untuk segera menggantikan kezholimannya. kita mengutuk dan membenci para pembuat dosa dengan cara syetan. akhirnya, yang kita perbarui bukanlah berupaya menyembuhkan luka melainkan rancangan-rancangan panjang guna menyelenggarakan perang saudara. aparat hukum tak paham hukum dan mempermainkan hukum sesuai pesanan para penguasa dan pengusaha hukum. aparat hukum berseragam hanya gagah dan berbintang dipundak, namun tak memiliki bintang apapun terhadap rakyat. bintang gemerlap dipundak bagaikan bintang abadi. demokrasi “ngerameng” demokrasi yang kian “kebablasan”, begitu ucapan pemimpin negeri ini. wallahi, saya belum yakin yang ngomong itu paham makna demokrasi, tahu ukuran kebablasan dan ngerti dengan kalimat yang ia ucapkan. wallahi saya sama sekali tidak percaya “beliau” mengerti. lihat saja akhir-akhir ini, tukang cangkul dijadikan tukang cukur, tukang pukul beduk dijadikan direktur, orang bejat jadi kepala daerah, orang bisu jadi juru bicara, orang tuli jadi wakil rakyat, orang buta jadi pengamat, orang gila jadi imam, orang alim jadi makmum. akhirnya jangan heran kalau zaman ini orang-orangan dijadikan panutan. anak-anak muda kita pun sudah kian susah membedakan mana arak mana teh kotak, mana, mana alcohol mana teh botol, mana susu kental manis mana ingus, mana yang jadi tuntunan dan mana yang sekedar jadi tontonan. sekarang ini, hari-hari rakyat adalah hari-hari kesunyian dalam negara. rakyat indonesia sekarang dan yang akan datang sepertinya akan terasing di dalam rumah sejarahnya sendiri. kita telah menciptakan penjara-penjara politik yang pengap, hukum yang njlimet dan bodoh, aparat yang bermental keparat, menyesakkan, mencambuki pungung saudara sendiri. penjara-penjara ekonomi kian kotor, penjara-penjara kebudayaan yang wajahnya kian gemerlap tetapi membuat lubuk nuraninya lenyap ke ruang-ruang hampa tanpa makna dan kearifan. manusia-manusia indonesia (pejabat) saat ini telah menciptakan penjara-penjara sampai akhirnya rekayasa-rekayasa untuk mempertahankan eksistensi penjara-penjara itu menjelma menjadi penjara tersendiri yang lebih dahsyat kungkungannya. inilah titik nadir dari sebuah demokrasi yang kian “ngerameng” dan bodoh. selamat datang di negeri “ngerameng”. kalau dulu hanya ada 4 jenis manusia yang “dimaafkan” dalam sikap ngerameng: (1) bayi atau anak kecil (2) orang tua yang sudah pikun (3) orang gila (4) orang yang sedang tidur (ngigau) atau orang yang kesurupan. maka sekarang siapapun boleh “ngerameng”, semakin tinggi jabatanmu, semakin berbintang pundakmu, semakin populer dirimu, maka “ngerameng”-lah, mumpung orang “ngerameng” sedang dibutuhkan oleh negeri ini. ah, sudahlah! bicara soal demokrasi “ngerameng” ternyata saya sendiri pun begitu. buktinya, tulisan saya ini juga termasuk dalam kategori tulisan “ngerameng”. salam ngerameng!(*)
1
2
»
Tag
# .ngerameng
# ringan`
# ahmadi
# sopyan
# catatan
# taring
Share
Koran Terkait
Kembali ke koran edisi Babel Pos 1 Maret 2024
Berita Terkini
Menko Polkam Budi Gunawan Ingatkan Ada Sanksi Pidana Bagi Aparat TNI dan Polri yang Tak Netral
Headline
31 menit
Wagub Bengkulu Minta ASN untuk Berani Menolak Perintah Tidak Benar
Headline
1 jam
Kapolres Minta Personel Cegah Gangguan Kamtibmas saat Pilkada dengan Patroli
Headline
2 jam
STY Bakal Saring 33 Pemain untuk Piala AFF, Ini Nama-Namanya
Headline
2 jam
Wapres Filipina Terus Menebar Ancaman Bunuh, Termasuk Istri Presiden & Ketua Parlemen
Headline
13 jam
Berita Terpopuler
Kejati Babel Pantau Langsung Dugaan-Dugaan Kecurangan Hasil Pilkada Lewat Spradik
Headline
16 jam
Kapolda Minta Tindaklanjuti Kasus Dugaan Pencurian Sawit PT BPL Bangka Barat
Headline
18 jam
Pria Misterius Ditemukan Tewas terapung di Sungai Baturusa
Headline
22 jam
Lagi, Soal Penentu Kerugian Negara Kasus Tipikor Timah, BPK Bukan BPKP!
Headline
13 jam
Polda Metro Terus Bongkar Sindikat Judol, Ponakan Alm Taufik Kiemas Ditahan
Headline
13 jam
Berita Pilihan
Pernyataan Sandra Dewi Mengecewakan, Rp 420 M, Kemana?
Headline
1 bulan
Bos Smelter Ungkap, MoU Dengan PT Timah dan CSR untuk Bantu Pemerintah dan Rakyat
Headline
1 bulan
Sidang Tipikor Tata Niaga Timah Aon Cs, Saksi Tak Sebut Terdakwa?
Headline
2 bulan
Tipikor Timah, dari Super Heboh, Kini Mulai Senyap?
Headline
5 bulan
Dugaan Tipikor KUR BSB Naik Penyidikan, Siapa Calon Tersangka?
Headline
5 bulan