Belitung Menuju Pulau Bebas Karbon
Randi Syafutra-Dok Pribadi-
Oleh Randi Syafutra
Dosen Program Studi Konservasi Sumber Daya Alam
Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung
DI TENGAH riuhnya diskursus krisis iklim global, dunia tak hanya butuh janji-janji pengurangan emisi, melainkan tindakan nyata yang terukur dan terstruktur. Salah satu pendekatan inovatif yang kini mulai digaungkan adalah transformasi wilayah tertentu menjadi zona bebas karbon, atau dikenal dengan istilah Carbon Free Island (CFI). Pulau Jeju di Korea Selatan adalah pionir global dalam mewujudkan cita-cita ini, dan Indonesia—dengan segala potensi alamiahnya—memiliki kandidat kuat yang siap mengikuti jejak tersebut: Pulau Belitung.
Transformasi Jeju menjadi Carbon Free Island tidak terjadi dalam semalam. Dimulai dari deklarasi pada tahun 2012, perjalanan panjang ini melibatkan investasi besar pada energi terbarukan, elektrifikasi transportasi, konservasi alam, serta partisipasi masyarakat dalam menekan emisi dari segala sektor. Kini, Jeju bukan hanya dikenal sebagai salah satu Top 10 Ecotourism Destinations di Korea, tetapi juga sebagai pulau pertama yang serius mewujudkan visi netral karbon melalui pendekatan sistematis dan berbasis data.
Lalu, apa kaitannya dengan Belitung?
Pulau Belitung, yang terletak strategis di antara dua simpul ekonomi Asia Tenggara—Singapura dan Jakarta—memiliki keunggulan ekologis yang luar biasa. Ditetapkan sebagai bagian dari UNESCO Global Geopark, Belitung memiliki kombinasi antara ekosistem hutan tropis, hutan mangrove, dan wilayah pesisir yang menyimpan potensi karbon biru (blue carbon) sangat besar.
Dalam sebuah studi perbandingan yang dilakukan antara Pulau Jeju dan Pulau Belitung, ditemukan fakta menarik: Jeju memiliki emisi karbon sekitar 5,43 juta ton CO₂ per tahun, sedangkan Belitung diperkirakan mampu menyerap karbon hingga 18,8 juta ton CO₂ per tahun.