'Nabat'

--
Oleh Rusmin Sopian
Penulis yang tinggal di Toboali
"Bagaimana kalau kami saja di situ?" ungkapan itu amat sering kita dengar, saat kita sebagai warga masyarakat membicarakan kondisi pembangunan daerah.
Di situ itu diartikan bagaimana kalau dirinya yang memegang jabatan di sebuah organisasi perangkat daerah ( OPD). Terkadang ucapan itu terkesan main-main. Sekedar humor pelengkap cerita saja. Sebagai bagian dari kelakar semata. Sekedar pelengkap pembicaraan.
Pada sisi lain narasi itu sering kita dengar terutama saat adanya rencana mutasi dari Kepala Daerah. Terkadang karena merasa dekat dengan pimpinan dan pemimpin, narasi itu dapat diartikan sebagai suatu hal yang bisa didapatinya walaupun kompetensi, dan pengetahuannya untuk memegang amanah tersebut sungguh kurang layak dan tidak pantas.
Dan bukan tidak mungkin dengan mengemban jabatan tersebut, justru membuat Pemimpin yang mengamanahkan jabatan untuk dirinya jadi bahan cemoohan publik. Jadi bahan olok-olokan warga. Bahkan bukan tak mungkin menurunkan kredibilitas pimpinan yang mengamanahkan jabatan itu.
Sedangkan tokoh perencana Nathahiel Van Einsiedel mengemukakan adanya lima (5) syarat untuk meningkatkan kinerja perencana dan aparat Pemda agar berhasil dalam mengemban tugas.
Syarat pertama adalah kehendak untuk mengubah dan memperbaiki diri. Yang kedua yang bersangkutan mesti jujur dan memiliki kadar integritas yang tinggi terhadap tugas yang diamanahkan pimpinan kepadanya dan tidak tercemari dengan sikap interes pribadi dengan lebih mementingkan kepentingan pribadi, keluarga dan koleganya.
Ketiga mesti memiliki komitmen yang tidak mudah luntur. Keempat mengembang budaya yang mendukung kreativitas dengan saling membantu memecahkan masalah dalam satu team kerja sama yang baik serta tidak merasa lebih hebat dan lebih mampu dalam menjalankan tugas.
Dan kelima pimpinan yang selalu tanggap terhadap kenyataan di lapangan yang harus ditanggulangi dengan penuh kearifan dan bijaksana.
Sementara pada sisi lain , sebagai mana yang kita pahami jabatan adalah amanah yang diberikan pimpinan dan pemimpin untuk dirinya demi kebaikan negara, daerah, organisasi yang bermuara untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk kepentingan masyarakat banyak.
Jabatan adalah amanah untuk menyejahterakan rakyat. Membahagiakan publik. Bukan menyejahterakan dirinya, keluarga, dan koleganya. Apalagi untuk meninggikan kehormatan dirinya semato.
Kehormatan diri bukan pada jabatan yang diembannya. Akan tetapi bagaimana dengan mengemban jabatan dan amanah itu memiliki manfaat bagi publik dan daerah. Bisa memberikan manfaat bagi pembangunan sebuah daerah.
Sebagai pendiri bangsa, Bung Karno memberikan teladan penting soal etika bernegara dengan memaknai jabatan sebagai jalan pengabdian.
Sikap ini mestinya dan sangat layak ditiru para pemimpin masa kini sehingga tidak berpikir untuk mengeksploitasi kekayaan negara demi hidup bermewah-mewahan di tengah hidup rakyat yang terbatas dan serba kesusahan. Pejabat publik perlu belajar dari hidup sebagai pengabdian yang telah diajarkan dan diwariskan Bung Karno.
Selain Bung Karno, Haji Agus Salim dan Mohammad Hatta, adalah di antara para pendiri bangsa yang memberikan teladan pengabdian hidup untuk negerinya. Agus Salim adalah sosok pendiri bangsa yang menjalani hidup dengan sangat sederhana.
Sejarah telah menuliskan bagaimana salah satu pendiri bangsa itu hidup dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya. Bahkan pernah hidup tanpa listrik, dan tidak pernah punya rumah sampai akhir hayatnya. Kalau pun beliau ingin hidup serba berkecukupan penuh kemewahan, tentunya sangat bisa.
Tetapi beliau menjiwai sikap hidup, bahwa jalan memimpin adalah jalan penderitaan, sehingga dia hidup bersama rakyat. Begitu pula dengan Bung Hatta yang menjadi teladan penting dalam memilih jalan hidup yang sangat sederhana.
Usai melepas jabatannya sebagai Wakil Presiden RI pada tahun 1956, Hatta tak punya cukup uang untuk membayar tagihan listrik. Bahkan sekelas Wakil Presiden tak mampu membeli sepatu merk Belly.
Sebagai pendiri bangsa, Bung Hatta menjiwai sepenuh hati tentang arti kehidupan rakyat biasa. Dengan penuh kesadaran dalam memilih jalan hidup yang sangat sederhana sebagaimana yang dialami oleh rakyat biasa.
Keteladanan moral yang ditunjukkan Soekarno, Agus Salim, dan Hatta merupakan pedoman penting bagi para pejabat di masa kini dalam menjalani masa tugas kepemimpinan dan sebagai pemimpin. Pemimpin seharusnya menunjukkan spirit pengabdian untuk negara, daerah dan rakyatnya.
Para pemimpin masa kini harus belajar dari ketulusan hidup para pendiri bangsa dalam mengabdi untuk negara dan rakyatnya. Adalah sangat penting untuk meneladani sikap para pendiri bangsa yang rela mendarmabaktikan pikiran dan hatinya untuk memilih hidup sederhana dan bahkan ikut serta menderita bersama rakyatnya demi masa depan Indonesia yang maju dan sejahtera.
Tak heran bila nama mereka selalu harum dalam aroma jiwa raga warga bangsa ini yang berkehidupan dari Pulau Miangas hingga Rote, sebab mereka, para pemimpin dulu mewarisi keteladanan hidup.
Pelajaran moral yang kita dapatkan dari mereka sebagai pemimpin adalah berjiwa pengabdi dan mengabdi untuk kepentingan rakyatnya. Dan memperlakukan amanah dan jabatan untuk kepentingan masyarakat.
Bukan menjadi pemimpin dan pengemban amanah untuk memperkaya diri dan keluarga serta kelompoknya. Apalagi dengan jabatan yang diembannya, justru menyusahkan publik dan memalukan pemimpin yang memberikan amanah kepada dirinya.
Tidak ada sama sekali dalam rumus hidup dan kehidupan mereka sebagai pemimpin, amanah yang diberikan warga dimanfaatkan untuk memperkaya diri dan memamerkan kemewahan kepada publik yang justru memberikan amanah kepada dirinya sebagai pemimpin.
Amanah yang mereka emban dari warga sebagai pemimpin memang mereka manfaatkan untuk kepentingan rakyatnya. Mereka berjuang untuk kesejahteraan rakyatnya. Dan itu bukan dalam bentuk diksi. Apalagi narasi.
Kongret mereka praktikkan dalam kehidupan mereka saat memimpin bangsa ini.
Sudah seharusnya kita belajar dari frasa "nabat". Jangan sampai kita dijuluki publik sebagai orang yang "dak nabat ". Ngomong-ngomong, apakah pembaca tahu makna dari kata "nabat"?