Patok PKP Nol Kilometer Bangka: Struktur Objek Cagar Budaya dan Implikasi Permasalahn Hukum

Ismail-Dok Pribadi-

Patok PKP Nol Bangka merupakan objek yang diduga sebagai cagar budaya. Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya.

Cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan (Pasal 1 U.U.No 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya).

Bahwa untuk dapat menjadi cagar budaya, kriteria penetapan ditentukan berdasarkan amanah Pasal 42 UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Dengan adanya perbuatan Hukum telah hilangnya Patok Nol Bangka akibat  pembangunan pedestrian oleh BPJN, perlu dilakukan pendataan oleh BPJN yang selanjutnya berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang untuk di registrasi data Kebudayaan.

Langkah berikutnya berkoordinasi dengan tim ahli Cagar Budaya Kota Pangkalpinang, bahwa sebelum dilakukan melalui tahap verifikasi, ‘calon’ Cagar Budaya akan dikaji oleh Tim Ahli Cagar Budaya Kota Pangkalpinang dalam suatu Sidang Kajian. 

Pada sidang tersebut Tim Ahli Cagar Budaya Kota Pangkalpinang, akan mengkaji lalu memberikan rekomendasi kepada Walikota Pangkalpinang  untuk menetapkannya sebagai Cagar Budaya.

Mengapa Cagar Budaya perlu dilestarikan? Pelestarian Cagar Budaya bertujuan: a. Melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia; b. Meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya; c. Memperkuat kepribadian bangsa; d. Meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan e. Mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional (Pasal 3).

Sementara itu, pada Pasal 53 (1) Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif. (2) Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli Pelestarian dengan memperhatikan etika pelestarian. 

Kemudian (3) Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian. (4) Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya.

Pasal 55 Semua orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya. • Pasal 66 (1) Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.(**)

Tag
Share