Penerapan Balanced Score Card dalam Evaluasi Kinerja Pelayanan Publik

Leny Suviya Tantri.-Dok Pribadi-
Oleh Leny Suviya Tantri
Asisten Ombudsman Bangka Belitung
Di tengah tuntutan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan, peran pengawas internal seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga kualitas, integritas dan efektivitas birokrasi. Namun, realitas di lapangan, lembaga pengawas internal justru kerap berada di posisi marginal dengan peran yang belum optimal.
Minimnya perhatian dari kepala daerah atau penyelenggara pemerintahan dalam memperkuat peran pengawasan internal ini menjadi salah satu akar persoalan utama. Tidak adanya penambahan sumber daya manusia (SDM) yang memadai, keterbatasan anggaran, hingga penyusunan program kerja yang terkesan sekadar formalitas menjadi indikator lemahnya komitmen terhadap fungsi pengawasan internal.
Fenomena ini tentu menyisakan pertanyaan besar: sejauh mana keseriusan para pemimpin daerah dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel?
Evaluasi Dalam Pelayanan Publik
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, evaluasi adalah salah satu indikator penting untuk menguji baik atau buruknya pelayanan yang diberikan. Menurut Pasal 21 huruf n UU 25/2009 evaluasi kinerja merupakan salah satu komponen penting pada standar pelayanan dan wajib dilaksanakan. Menurut Pasal 6, 7 dan 10 UU 25/2009 yang berkewajiban untuk melakukan evaluasi kinerja adalah pembina, penanggung jawab dan juga penyelenggara layanan.
Pembina (pimpinan kementerian/lembaga, gubernur, bupati/wali kota) berkewajiban untuk melakukan evaluasi kinerja terhadap kinerja penanggung jawab dan melaporkannya kepada atasan langsung baik itu kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Menteri maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan gubernur.