Beban di Atap Rumah Kami

Cerpen Marhaen Wijayanto Beban di Atap Rumah Kami-Babel Pos-

Cerpen Marhaen Wijayanto

Jika ada filosofi minyak dan air, itulah ayah dan kekek. Sudah menjadi buah bibir, ayah bukanlah pewaris tepat kepribadian kakek. Ayah tak pernah salat, meski sedari muda   kakek adalah imam masjid. Ayah selalu berpendapat, salat itu budaya dari timur tengah, sesuatu yang tidak wajib dilakukan oleh orang timur.  Kakek jalas akan menentang pendapat itu. Baginya menjalankan perintah agama adalah wajib. Akan jadi penyesalan dalam sehari, bila kakek melewatkan ibadah barang sewaktupun.

 

Karena kakek orang taat, wajar ketika beliau punya anak, ada sebuah upaya agar  menjadikan ayah  seorang santri, meski  selalu saja gagal. Padahal ayah adalah anak lelaki satu-satunya di keluarga kakek. Dari enam bersaudara, dialah anak lelaki  putra mahkota. Paling tidak, harapan kakek, ayahlah yang akan dijadikan tulang punggung di musala depan rumah ketika kakek suatu saat nanti mangkat.

 

Apa pun yang berkaitan dengan ayah dan kakek, di sanalah rupanya ada perbedaan. Saya sangat bangga ketika kakek ditunjuk sebagai penceramah di masjid agung kabupaten. Di sana ada ribuan jamaah yang terpana mendengarkan khutbah dari kakek. Saya yang ikut ke mana pun kakek bertugas serasa bangga punya kakek yang saleh, apalagi poster kakek sering terpampang besar di jalan-jalan. 

 

Namun apa yang diraih kakek sebagai ustaz sepertinya hilang tak berbekas ketika orang-orang membicarakan ayah. Kadang orang lain bertanya-tanya, apa benar dia anak kakek? Setengah percaya dan bahkan banyak yang dahinya berkerut karena ayah bukan muslim yang taat. 

  

Maka tak heran, ketika kakek sedang berceramah tentang hikmah berpuasa, orang-orang yang mendengar kultum, pasti akan  berbisik dan berbalik menggibah  saat ceramah berlangsung. Sembari tertawa kecil atau menggunjing pelan dengan topik yang sama : Anakmu saja tak puasa.

 

Kakek cuma bisa melirik saat dengan santai ayah berbagi bir buatan luar negeri bersama rekannya. Dituangkannya bir itu ke dalam gelas besar berisi es batu, seteguk dua teguk ia nikmati bir itu sembari menyelesaikan mobil rusak. Tanpa kata dan tanpa suara, terjadilah pergulatan suara bunyi mesin, es bir, dan asap rokok kala puasa. 

 

Ayah ketika menjelang lebaran sedari siang masih mengobati mobil rusak yang datang ke bengkel keluarga kami. Mobil bekas atau masih baru antre menghampiri tangan ayah yang sudah seperti dokter bagi kawanan kendaraan roda empat itu.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan