Kultum Ramadan dan Integrasi Ilmu

--

Khodijah Hulliyah, PhD (Dosen Fakultas Saintek UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)

Ramadan 2025 membawa warna baru dalam dunia dakwah. Kultum—kuliah tujuh menit yang biasanya disampaikan setelah salat tarawih—kini semakin meluas, tidak hanya pada malam hari, tetapi juga setelah salat subuh dan zuhur. Lebih dari itu, para penceramah tidak lagi terbatas pada ulama atau cendekiawan Islam. Kini, ilmuwan dari berbagai bidang, baik sains, kesehatan, ekonomi, dan teknologi, turut serta berbagi wawasan dalam perspektif Islam. Fenomena ini mencerminkan berkembangnya narasi lintas disiplin yang menghubungkan ilmu pengetahuan modern dengan nilai-nilai Islam, sebuah integrasi yang semakin kokoh dalam membangun peradaban.

//Islam dan Ilmu: Jembatan Peradaban
Dalam sejarah Islam, integrasi antara ilmu dan agama bukanlah hal baru. Ilmuwan Muslim seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, dan Al-Khawarizmi merupakan contoh bagaimana Islam mendorong perkembangan keilmuan yang tidak hanya berlandaskan spiritualitas, tetapi juga rasionalitas. Sayangnya, di era modern, dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum masih terasa. Oleh karena itu, tren kultum interdisipliner yang berkembang saat ini menjadi indikasi bahwa batas tersebut mulai mencair.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah [58]: 11)

Ayat ini menegaskan bahwa ilmu memiliki kedudukan tinggi dalam Islam, dan mereka yang beriman serta berilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah.

Universitas Islam Negeri (UIN) di Indonesia telah lama mengembangkan konsep ini. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, misalnya, membuka fakultas di bidang sains dan ilmu sosial untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Sementara itu, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang bahkan menerapkan konsep integrasi ilmu secara holistik dalam sistem akademiknya, membuktikan bahwa Islam dan ilmu bukan dua entitas yang berseberangan, melainkan saling menguatkan.

//Kultum Berbasis Keilmuan
Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat menuntut umat Islam untuk beradaptasi dengan perubahan. Kultum yang membahas tema-tema kontemporer menjadi sarana strategis untuk meningkatkan literasi masyarakat. Misalnya, tema integrasi sains dan Al-Qur’an dapat mengungkap bagaimana ayat-ayat dalam kitab suci sejalan dengan temuan-temuan ilmiah, seperti penciptaan manusia, fenomena alam, hingga kesehatan.

Allah SWT berfirman: "Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." (QS. An-Nahl [16]: 89)

Ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah sumber ilmu dan petunjuk yang dapat dijadikan referensi dalam memahami fenomena alam dan kehidupan.

Selain itu, etika dalam teknologi juga menjadi perbincangan penting. Dengan hadirnya kecerdasan buatan (AI), media sosial, dan bioteknologi, Islam memberikan prinsip etis agar teknologi digunakan secara bertanggung jawab. Tak kalah menarik, kajian tentang kesehatan dan gizi dalam Islam juga semakin diminati, mengingat banyak hadis dan ayat Al-Qur’an yang memberikan panduan pola hidup sehat.

Allah SWT juga mengingatkan manusia untuk senantiasa berpikir dan mengambil pelajaran: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal." (QS. Ali 'Imran [3]: 190)

Membangun Modal Sosial dan Kesadaran Kritis
Tren kultum integratif ini memiliki dampak signifikan terhadap pembangunan modal sosial di Indonesia. Modal sosial, yang mencakup jaringan, norma, dan kepercayaan, memungkinkan masyarakat bekerja sama dalam membangun bangsa yang lebih baik.

Pertama, integrasi ilmu dalam kultum meningkatkan literasi dan kesadaran kritis masyarakat. Dengan memahami ilmu dari perspektif Islam, umat menjadi lebih rasional dalam menyikapi isu-isu sosial dan tidak mudah terjebak pada hoaks atau pemahaman yang sempit.

Kedua, nilai-nilai etika dan moral semakin kuat dalam masyarakat. Ketika sains dipadukan dengan prinsip-prinsip Islam, terbentuk individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter yang kokoh.

Ketiga, integrasi ini mendorong pemberdayaan masyarakat. Kultum berbasis ilmu membuka wawasan dan memotivasi umat untuk lebih aktif dalam mencari solusi atas tantangan kehidupan modern, baik dalam aspek ekonomi, kesehatan, maupun sosial.

Keempat, tren ini juga mendorong kolaborasi antara ilmuwan, akademisi, dan ulama. Dengan adanya sinergi lintas disiplin, umat Islam dapat lebih siap menghadapi tantangan global dengan pendekatan yang inovatif dan berbasis ilmu pengetahuan.

//Nilai Penting Narasi Integratif
Menurut Prof. Djagal Wiseso Marseno, integrasi Islam dan ilmu pengetahuan dapat menghasilkan solusi berkelanjutan bagi peradaban manusia. Ia menekankan bahwa pendekatan ini mampu menjawab tantangan zaman secara lebih komprehensif.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa Islam tidak hanya berbicara tentang ritual keagamaan, tetapi juga mencakup ilmu pengetahuan, kualitas hidup, dan keadilan sosial. Penelitian ini menegaskan bahwa integrasi ilmu dan agama menjadi elemen penting dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia.

Para akademisi berpendapat bahwa pendekatan ini dapat menghindari dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum. Dengan demikian, generasi Muslim di era modern dapat menjadi individu yang religius sekaligus memiliki kompetensi keilmuan tinggi.

//Integrasi, Menuju Peradaban Unggul
Kultum Ramadan yang semakin inklusif dan interdisipliner bukan sekadar fenomena sesaat, tetapi merupakan refleksi dari kebangkitan intelektual Islam di Indonesia. Jika tren ini terus berlanjut dan mendapat dukungan dari akademisi serta institusi pendidikan (universitas, mahad aly), bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan, bangsa ini akan memiliki masyarakat yang lebih cerdas, etis, dan inovatif.

Semangat para akademisi yang “turun gunung” untuk berbagi ilmu dalam kultum Ramadan adalah langkah besar dalam membangun kecerdasan bangsa. Dakwah yang berlandaskan ilmu pengetahuan dan keislaman ini diharapkan mampu menjadi pilar utama dalam membangun peradaban yang lebih maju, etis, dan demokratis.(Sumber: Kemenag.go.id)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan